Sejarah Penggunaan Hijriyah.
Pada masa pemerintahanya, dalam surat menyurat tidak tertulis tanggal, bermula dari sebuah surat yang diterima dari Gubernur Kuffah, Abu Musa al-Asaary. Tertulis dalam surat tersebut bahwa tidak ada tanggalnya. Akhirnya Umar mengumpulkan para sahabat untuk merumuskan masalah tersebut, Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib selaku tokoh-tokoh sahabat. Tujuanya adalah bermuswarah untuk penanggalan islam. Dalam sebuah diskusi atara pemuka sahabat, muncul beberapa pendapat, antara lain. Memulai penanggalan islam sejak kelahiran Nabi, ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa penanggalan islam dimulai pada masa kerasulan Nabi. Ada juga yang mengatakan bahwa yang paling tepat adalah dimulai ketika Nabi isra’ mi’roj. Ada juga pendapat, agar dimulai ketika hijrah dari Makkah ke Madinah.

Setelah melalui perdebatan, maka mereka sepakat bahwa penanggalan islam dimulai sejak hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah. Disepakati awal kalender islam dari hijranya Nabi, sangat beralasan. Karena makna hijrah adalah perubahan dan pembahruan, artinya dalam sebuah perjalanan Nabi dari Makkah ke Madinah adalah sebuah proses perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kondisi yang lebih baik atau dari tempat yang tidak aman menuju tempat yang aman.
Dalam sebuah literatur, makna hijrah adalah berpindah dari satu tempat ketempat lain dengan tujuan menyelamtkan aqidah (keyakinan), sehingga semua aktifitas ibadah, muamalah, belajar mengajar berjalan dengan baik tanpa ada ancaman dan ganguan. Nabi membuktikan, di Madinah beliau mampu membangun peradapan baru, masyarakat baru, Negara baru berdasarkan kaidah-kaidah syariat. Nabi mampu mengayomi semua lapisan masyarakat yang beraneka ragam keyakinan dibawah kepemipinaya yang adil. Masyarakat baru yang dibangun oleh Nabi adalah “ Masyarakat Madani”, yang mengedepankan nilai-nilai moral, etika dan ahlaqul Karimah. Dalam waktu singkat, terbentuklah daulah islamiyah sebagaimana yang rencanakan tuhan di muka bumi ini.

Di dunia Arab, seperti Arab Saudi, Syiria, Mesir, penggunaan kalender islami masih eksis. Tak terkecuali juga Negara-negara islam di Jazirah Arab lainnya. Hanya saja, mereka tidak merayakan tahun baru Hijriyah sebagaimana orang Eropa merayakan tahun baru Masehi. Hanya sebagian kecil Negara Arab yang melestarikan tahun baru hijriyah dengan melasanakan perayaan-perayaan sebagaimana orang Eropa dan Amerika. Akan tetapi, gaungnya masih kalah dengan mereka. Orang Arab lebih suka merayakan hari kemerdekaan negaranya masing-masing. Kendati demikian, bukan berarti penanggalan Masehi tidak dipergunakan. Ada sebagian Negara Arab yang lebih suka menggunakan Kalender Masehi dari pada Kalender Arab Hijriyah.

Di Negara Asia, khususnya Negara Indonesia, mulai ada tren baru. Sebagian umat islam merayakan tahun baru dengan “dzikir bersama”, pengajian umum, lomba-lomba, serta beragam kegiatan dilakukan untuk merayakan tahun baru Hijriyah. Apa yang dilakukan sebagian besar orang Islam di Indonesia merupakan langkah membumikan tahun baru Hijriyah yang mulai terkikis dan tergeser oleh budaya perayaan baru Masehi. Maraknya perayaan tahun baru hijriyah oleh sebagian kalangan umat islam adalah budaya tandingan (counter culture) terhadap pergantian tahun yang cendrung merupakan hura-hura belaka (Azyumardi Azra; Jawa Pos 29-12 2008).

Tren baru ini perlu dilestarikan, karena ini merupakan awal yang baik, budaya tandingan mesti dibangun agar budaya hura-hura bisa terkendali. Jika Umar membangun budaya baru dengan “ kalender hijriyah”, sebagai pengikut Nabi mesti mewarisi sifat Umar yang suka membangun budaya baru sehingga menjadi warisan bagi generasi akan datang. Jangan sampai kita terbelenggu dengan dogma-dogma yang melarang merayakan dzikir bersama karena tidak berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Atau memberikan cap’’ tersesat’’, sebagaimana kebanyakan buku-buku yang melarang ‘’perayaan maulid Nabi’’. Semangat Umar bin Khattab mesti diteladani, karena menghidupkan tahun Arab dikalangan umat islam mulai hilang, bahkan nyaris ditinggalkan. Banyak sudah generasi islam yang tidak tahu kelender islam. Padahal, mereka tahu dan hafal mereka tidak hafal sebagaiamana kalender Masehi.

Renungan Tahun Baru Hijriyah.
Pergantian tahun berarti bertambah pula usia manusia. Berarti, jatah hidup tiap-tiap manusia berkurang, dan usia dunia ini mendekati hari penentuan (qiamat). Jika mengikuti filsafat ‘’ padi’’, semakin tua semakin merunduk, semakin matang dan siap di panen. Begitu juga manusia, semakin tua usianya, mestinya semakin bijaksana dan semakin matang berfikirnya, serta semakin dekat dengan tuhan. Oleh karena itu, hendaknya semakin memperbanyak ibadah kepada-Nya. Jangan sampai menjadi’’ tua-tua keladi, makin tua makin menjadi-jadi’’.

Di tahun yang baru ini, semoga niat, tekad memperbaiki kesalahan dan kekuarangan yang pernah dilakukan pada tahun lalu. Menyambut tahun baru, dengan semangat baru, serta pola dan gaya hidup yang sehat lahir dan batin. Tidak ada yang lebih baik disisi Allah SWT kecuali mengakui semua kesalahan dan kekurangan kita selama ini. Manusia tempat salah dan lupa, tapi sebaik-baik orang yang salah, mereka yang mengakui kesalahan itu, dan mau memperbaikinya. Mari kita membumikan bulan Muharram. Dan mengenalkan kepada semua umat islam dimana saja berada, kita rayakan dengan beragam kebaikan, bukan merayakan dengan cara hedonis dan berfoya-foya. Wallau a’lam
http://sukses-uang.blogspot.com

Post a Comment

 
Top