Tiram tersebar luas, beberapa jenis diantaranya telah berhasil dibudidayakan.
Mereka terdiri dari marga Ostrea yang berbentuk ceper dan marga Crassostrea
yang berbentuk seperti piala.
Di Malaysia sedikitnya ada dua jenis dari marga Crassostrea yaitu C. cucullatus
dan C. rivalaris.
CARA PEMBUDIDAYAAN
Dalam budidaya tiram terdapat dua kegiatan utama, yaitu:
1) Pengumpulan spat
2) Pembesaran
1) Pengumpulan spat
Sampai sekarang spat tiram masih diperoleh dari alam. Di Amerika Serikat
dan di Inggris sedang diadakan percobaan pemijahan tiram secara buatan di
Balai Pembenihan. Sarana yang digunakan untuk mengumpulkan spat tiram
dari alat yang disebut kolektor.
a. Pemilihan lokasi
Lokasi untuk menempatkan kolektor tentu saja harus di ladang-ladang
induk tiram, utamanya pada waktu induk-induk tiram itu sedang atau
sehabis berpijah. Dicari lokasi yang terlindung agar kolektor-kolektornya
tidak rusak atau hanyut karena amukan angin atau gelombang.
Kedalaman pemasangan kolektor yang dapat ditempeli spat tiram sangat
bervariasi, mulai dari kolektor yang paling ideal adalah diperoleh dari
pengalaman.
b. Waktu pemasangan
Metoda pengumpulan apapun yang digunakan dalam budidaya tiram
sangat tergantung pada ketepatan waktu pemasangan kolektor. Saat
yang paling baik pemasangan kolektor sangat bervariasi, diantaranya
tergantung pada jenis, lokasi dan fluktuasi tahunan dari suhu, kadar
garam, pasang surut dan lain sebagainya.
Di Malaysia, tiram berpijah sepanjang tahun dengan puncak pada awal
musim hujan. Jumlah spat yang paling banyak diperoleh 2 ~ 3 minggu
setelah datangnya turun hujan yang tiba-tiba dan lebat, dan berakhir
beberapa hari kemudian. Sebaiknya pemasangan kolektor dilakukan
pada musim spat, agar tidak didahului menempelnya teritip, lumpur atau
kotoran lainnya.
Salah satu cara untuk mengetahui musim spat adalah dengan jalan
pengambilan contoh air dengan jaring plankton. Burayak tiram yang
berukuran panjang 0,25 ~ 0,50 mm dapat dikenali pada umbonya yang
miring (Gambar 1).
Gambar 1. Burayak Tiram Berukuran 0,25-0,50 mm.
Cara lainnya dapat juga dilakukan dengan jalan memeriksa induk-induk
tiram yang sedang hamil selama beberapa hari. Jika sebagian besar dari
mereka sudah kempis perutnya, maka berarti mereka sudah memijah dan
kolektor-kolektor bisa segera dipasangkan. Tetapi cara yang terakhir ini
masih diragukan kecermatannya, karena kerapkali para burayak mati atau
hanyut beberapa hari setelah pemijahan.
c. Metoda pengumpulan spat
Satu hal yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis kolektor adalah
bahwa kolektor tersebut dapat ditempeli spat sebanyak-banyaknya, murah
dan mudah penanganannya. Berikut ini diutarakan beberapa metoda
pengumpulan spat.
- Kolektor tancap
Salah satu cara pengumpulan spat yang paling bersahaja adalah
dengan jalan menancapkan bambu-bambu atau kayu-kayu (misalnya
kayu bakau atau nibung) di ladang tiram. Kolektor disusun sekerap
mungkin dan diatur berbanjar yang jarak antara banjarnya dapat dilalui
oleh perahu.
- Metoda rak
Sebagai kolektornya digunakan genteng atau asbes bergelombang
atau bilah kayu yang diter. Kolektor disisip-sisipkan pada rak.
Gambar 2. Kolektor Asbes Bergelombang dengan Metoda Rak
-. Kolektor gantung
Kolektor digantung pada rakit atau pada palang cagak silang.
* Metoda rakit
Rakit terbuat dari batang-batang bambu atau kayu dengan tong
plastik atau drum sebagai penyangganya.
Gambar 3. Rakit untuk Penggantungan Kolektor-kolektor
* Metoda palang cagak-silang
Bahan cagak terbuat dari dua batang bambu atau kayu yang
ditancapkan di dasar laut secara silang, kemudian dipasang palang
bambu atau kayu di antara kedua cagak-silang tersebut.
Gambar 4. Palang Cagak Silang untuk Penggantungan Kolektor-kolektor
Kolektor-kolektor bisa terbuat dari genting, asbes, bilah-bilah bambu
atau kayu, atau wadah telur ayam/itik bekas.
Untuk memudahkan menempelnya spat, maka sebaiknya kolektorkolektor dilapisi adonan kapur-pasir-semen. Dengan dilapisi adonan ini
utamanya kolektor yang terbuat dari wadah telur yang lembek dan
mudah hancur terendam air itu akan menjadi lebih kuat. Perbandingan
adonan adalah dua bagian pasir halus (ditapis dengan ayakan tembaga
nomor 16 bermata 1,003 mm), dua bagian semen dan satu bagian
kapur. Adonan diberi air secukupnya sampai kental seperti sup,
kemudian kolektor-kolektor dicelupkan ke dalamnya lalu dianginkan
sampai kering.
Pemasangan kolektor dari wadah telur diatur sebagai berikut :
beberapa lapis wadah telur dibungkus dalam jaring kemudian
digantungkan pada rakit atau pada palang cagak-silang dengan
kedalaman yang berbeda-beda untuk tidak berhimpitan dan dapat
ditempeli spat pada lapisan air yang berlainan.
Gambar 5. Kolektor dari Wadah Telur yang Dibungkus dalam Jaring
Bilah-bilah bambu atau kayu, lembaran asbes atau genting di buat
empat persegi dengan ukuran tertentu, kemudian diikat beruntun
dengan tali sisal, injuk, nylon atau dengan jenis tali lainnya.
Gambar 6. Kolektor Gantung yang Diikat dengan Tali
2) Pembesaran
Setelah spat-spat mencapai ukuran 20 mm atau lebih, mereka dilepas dari
kolektor, kemudian dipindahkan ke lokasi lain untuk dibesarkan. Di bawah ini
diutarakan beberapa metoda pembesaran.
a. Metoda cagak
Pada lazimnya metoda cagak ini digunakan di perairan yang dangkal.
Cagak yang terbuat dari batang-batang bambu atau kayu ditancaptancapkan di dasar laut. Spat-spat tiram melekat pada cagak-cagak
tersebut. Tiram-tiram yang sudah matang telur berangsur-angsur
dipindahkan untuk mencegah terlampau berdesakkan.
b. Metoda dulang
Dulang terbuat dari kawat ram tahan karat bermata 12,7 mm. Sebagai
kerangkanya terbuat dari kayu. Metoda dulang ini biasanya digunakan di
perairan yang dangkal dengan dasar pasir (Gambar 7).
Gambar 7. Metoda Dulang
c. Metoda rakit
Pada umumnya metoda rakit ini digunakan di perairan dengan kedalaman
5 meter ke atas pada waktu air surut. Lokasi perairan untuk metoda rakit
ini harus terlindung dari amukan angin dan gelombang. Spat-spat tiram
dimasukkan dalam sangkar jaring atau dulang plastik, kemudian
digantungkan pada rakit. Bentuk rakit sama dengan bentuk rakit untuk
pengumpulan spat.
3. HAMA
Beberapa musuh tiram diantaranya terdiri dari bintang laut, siput, beberapa
jenis cacing, kerang hijau, teritip dan lain sebagainya.
1) Bintang Laut
Bintang laut dapat dikendalikan dengan jalan membuang atau menubanya.
Bintang-bintang laut dibuang dengan tongkat berujung runcing pada waktu
air sedang surut. Pada ladang budidaya yang dalam, bintang-bintang laut
dibuang dengan mengunakan sapu lawe. Sesuai dengan namanya, sapu
bintang laut ini terbuat dari lawe yang diikatkan secara berderet pada
sebatang kawat sepanjang 2 kaki (± 60 cm). Sapu ditarik secara perlahan di
dasar laut, kemudian bintang-bintang lautnya yang tersapu dinaikkan ke atas
(selang 10 menit) untuk dibuang atau dibunuh.
Gambar 8. Sapu Bintang Laut
Bintang laut dapat dibunuh dalam air panas atau dalam larutan garam pekat.
Bila bintang lautnya banyak dapat dimusnahkan dengan jalan menebarkan
kapur sebanyak ± 227 kg/are di dasar laut.
2) Siput Pengebor
Beberapa jenis siput, seperti jenis Thais sp dapat mengebor cangkangcangkang tiram sehingga tiram-tiramnya mati. Cara yang paling sederhana
untuk mencegah ganguan jenis siput ini adalah dengan jalan memilih ladang
budidaya yang bebas dari mereka.
Gambar 9. Siput Pengebor Jenis thais sp.
3) Cacing Lepuh
Cacing lepuh lumpur jenis Polydora sp. yang hidup pada bagian dalam
cangkang tiram dapat mengakibatkan lepuh-lepuh berwarna hitam pada
permukaan bagian dalam cangkang tiram. Cacing lepuh dapat dimusnahkan
dengan jalan merendam tiram-tiramnya dalam larutan garam pekat.
4) Kerang Hijau
Kerang hijau (Perna viridis) merupakan saingan utama bagi tiram dalam hal
makanan dan tempat hidup. Karena ulah kerang hijau, mutu tiram menjadi
rendah dan bahkan membunuhnya. Oleh karena itu sebelum
pembudidayaan tiram dilakukan terlebih dahulu memusnahkan kerangkerang hijaunya.
5) Teritip
Teritip (Balanus sp.) sering mengotori cangkang tiram bagian luar.
Sebagaimana halnya dengan kerang hijau, teritipun merupakan saingan
berat bagi tiram dalam hal makanan dan tempat hidup, serta sangat
mengurangi produktivitas spat-spat tiram yang dapat melekat pada kolektor
karena sudah didahului oleh teritip.
Pengotoran kolektor tiram oleh teritip dapat ditanggulangi sampai pada
tingkat tertentu dengan jalan pengamatan burayak tiram dalam contohcontoh plankton untuk mengetahui musim puncak spatnya. Jika
pemasangan kolektor terlalu dini, maka dengan cepat sekali kolektor tersebut
dipenuhi oleh teritip. Bilamana memungkinkan sebaiknya memilih lokasi
budidaya tiram di daerah perairan yang populasi teritipnya tidak begitu padat.
6) Cacing Tabung
Jenis cacing ini (pomatoceros sp.) berbentuk tabung berkapur putih dan
hidup melekat pada cangkang tiram bagian luar, sehingga selain cangkang
tiramnya kotor, juga bersaing dalam perolehan makanan.
4. PANEN
Tiram sudah dapat dipanen setelah mencapai ukuran 100 mm. Untuk
mencapai ukuran ini diperlukan waktu pemeliharaan selfma 12 ~ 18 bulan
semenjak masa pengumpulan spat. Atau apabila jeroan dagingnya sudah
berwarna putih susu yang mengandung glikogen.
Jika tiram-tiram itu untuk disimpan agak lama sebainya disejukkan pada suhu
10 derajat C atau 340 derajat F.
5. KESEHATAN MASYARAKAT
Salah satu masalah pada tiram ini adalah bahwa binatang ini mudah
terkontaminasi oleh bakteri, karena ternyata tiram tahan terhadap pencemaran
yang mengandung bakteri patogenis yang berasal dari buangan industri
maupun dari buangan rumah tangga. Oleh karena itu, sebaiknya usaha
budidaya tiram dilakukan di perairan yang masih belum tercemar.
Bakteri yang terdapat dalam tiram dapat dibasmi dengan jalan merebusnya
selama 2 ~ 3 menit. Jika tiram-tiram yang sudah terkena polusi hendak
dipasarkan hidup-hidup, bakterinya dapat dilenyapkan dengan cara merendam
tiram-tiramnya dalam air bersih bebas hama selama 2 ~ 4 hari. Tiram-tiram
dapat juga disuci hamakan dalam air bebas bakteri yang telah diperlakukan
dengan sinar ultra violet, khlorin atau ozon.
6. DAFTAR PUSTAKA
1) Galtsoff, P.S. (1964). The American Oyster. Fish. Bull. Fish Wildl. Serv.,
64. 480pp.
2) Medoof, J.C. (1961). Oyster Farming in the Maritimes. Fish. Res. Bd. Can.
Bull. No. 131.
3) Okada, H. (1963). Report on Oyster Culture Experiments in Malaysia (1960-
1963). Published by Bahagian Perikanan, Kementrian Pertanian dan
Pembangunan Luar Bandar.
7. SUMBER
Budidaya Tiram, Judul asli: Oyster Culture, oleh P.S. Choo, Fisheries Research
Institute Glugor, Penang, Malaysia. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
oleh Drs. T. Asikin - Direktorat Jenderal Perikanan bekerjasama dengan
International Development Research Centre, 1985.
8. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Jakarta, Maret 2001
Disadur oleh : Tarwiyah
KEMBALI KE MEN
Post a Comment