Budidaya dan Analisa Usaha Ikan Patin

DESKRIPSI<span id="goog_438051457"></span><span id="goog_438051458"></span><br />Ikan patin merupakan jenis  ikan konsumsi air tawar,  berbadan panjang<br />berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin<br />dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual<br />yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan<br />diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup<br />responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan,<br />dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Sebagai<br />keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk<br />“membongsorkan“ tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir dengan<br />kandungan oksigen rendahpun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan<br />ikan ini.<br />Ikan patin berbadan panjang untuk ukuran ikan tawar lokal, warna putih seperti<br />perak, punggung berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut<br />terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupakan ciri khas golongan<br />catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang<br />berfungsi sebagai peraba.<br />2. SENTRA PERIKANAN<br />Penangkaran ikan patin banyak terdapat di Lampung, Sumatera Selatan, Jawa<br />Barat, Kalimantan.TTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 2/ 14<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />3. JENIS<br />Klasifikasi ikan patin adalah sebagai berikut:<br />Ordo : Ostarioplaysi.<br />Subordo : Siluriodea.<br />Famili : Pangasidae.<br />Genus : Pangasius.<br />Spesies : Pangasius pangasius Ham. Buch.<br />Kerabat patin di Indonesia terdapat cukup banyak, diantaranya:<br />a) Pangasius polyuranodo (ikan juaro)<br />b) Pangasius macronema<br />c) Pangasius micronemus<br />d) Pangasius nasutus<br />e) Pangasius  nieuwenhuisii<br />4. MANFAAT<br />1) Sebagai sumber penyediaan protein hewani.<br />2) Sebagai ikan hias.<br />5 .  P E R S Y  AR  A T  AN   L O  K  AS I<br />1) Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung,<br />tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar<br />dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.<br />2) Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5%<br />untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.<br />3) Apabila pembesaran patin dilakukan dengan jala apung yang dipasang<br />disungai maka lokasi yang tepat yaitu sungai yang berarus lambat.<br />4) Kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin harus bersih, tidak terlalu<br />keruhdan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah<br />pabrik. Kualitas air harus diperhatikan, untuk menghindari timbulnya jamur,<br />maka perlu ditambahkan larutan penghambat pertumbuhan jamur (Emolin<br />atau Blitzich dengan dosis 0,05 cc/liter).<br />5) Suhu air yang baik pada saat penetasan telur menjadi larva di akuarium<br />adalah antara 26–28 derajat C. Pada daerah-daerah yang suhu airnya relatif<br />rendah diperlukan heater (pemanas) untuk mencapai suhu optimal yang<br />relatif stabil.<br />6) Keasaman air berkisar antara: 6,5–7.TTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 3/ 14<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA<br />Budidaya ikan patin meliputi beberapa kegiatan, secara garis besar dibagi<br />menjadi 2 kegiatan yaitu pembenihan dan pembesaran. Kedua jenis kegiatan<br />ini umumnya belum populer dilakukan oleh masyarakat, karena umumnya<br />masih mengandalkan kegiatan penangkapan di alam (sungai, situ, waduk, dan<br />lain-lain) untuk memenuhi kebutuhan akan ikan patin.<br />Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada<br />ukuran tertentu. Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang<br />umumnya adalah benih selepas masa pendederan. Benih ikan patin dapat<br />diperoleh dari hasil tangkapan di perairan umum. Biasanya menjelang musim<br />kemarau pada pagi hari dengan menggunakan alat tangkap jala atau jaring.<br />Benih dapat juga dibeli dari Balai Pemeliharaan Air Tawar di Jawa Barat. Benih<br />dikumpulkan dalam suatu wadah, dan dirawat dengan hati-hati selama 2<br />minggu. Jika air dalam penampungan sudah kotor, harus segera diganti dengan<br />air bersih, dan usahakan terhindar dari sengatan matahari. Sebelum benih<br />ditebar, dipelihara dulu dalam jaring selama 1 bulan, selanjutnya dipindahkan<br />ke dalam hampang yang sudah disiapkan.<br />Secara garis besar usaha pembenihan ikan patin meliputi kegiatan-kegiatan<br />sebagai berikut:<br />a) Pemilihan calon induk siap pijah.<br />b) Persiapan hormon perangsang/kelenjar hipofise dari ikan donor,yaitu ikan<br />mas.<br />c) Kawin suntik (induce breeding).<br />d) Pengurutan (striping).<br />e) Penetasan telur.<br />f) Perawatan larva.<br />g) Pendederan.<br />h) Pemanenan.<br />Pada usaha budidaya yang semakin berkembang, tempat pembenihan dan<br />pembesaran sering kali dipisahkan dengan jarak yang agak jauh. Pemindahan<br />benih dari tempat pembenihan ke tempat pembesaran memerlukan<br />penanganan khusus agar benih selamat. Keberhasilan transportasi benih ikan<br />biasanya sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik maupun kimia air, terutama<br />menyangkut oksigen terlarut, NH3, CO2 , pH, dan suhu air.<br />6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan<br />Lokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam<br />dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2–5% sehingga<br />memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.TTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 4/ 14<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />1) Kolam pemeliharaan induk<br />Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai<br />contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi bila<br />hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan<br />pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200 meter persegi<br />saja. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok<br />atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu<br />pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk<br />pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik.<br />2) Kolam pemijahan<br />Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas<br />kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk<br />kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk<br />dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m<br />2<br /> dengan 18 buah<br />ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk<br />menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa<br />dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran<br />kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama<br />dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan<br />kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk<br />dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya.<br />3) Kolam pendederan<br />Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan<br />pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama<br />dengan luas 25-500 m<br />2<br /> dan pendederan lanjutan 500-1000 m<br />2<br /> per petak.<br />Pemasukan air bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan<br />pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan di<br />dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat<br />berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk memudahkan<br />penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan. Petak<br />tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu<br />dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan.<br />6.2. Pembibitan<br />1) Menyiapkan Bibit<br />Bibit yang hendak dipijahkan bisa berasal dari hasil pemeliharaan dikolam<br />sejak kecil atau hasil tangkapan dialam ketika musim pemijahan tiba. Induk<br />yang ideal adalah dari kawanan patin dewasa hasil pembesaran dikolam<br />sehingga dapat dipilihkan induk yang benar-benar berkualitas baik.TTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 5/ 14<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />2) Perlakuan dan Perawatan Bibit<br />Induk patin yang hendak dipijahkan sebaiknya dipelihara dulu secara khusus<br />di dalam sangkar terapung. Selama pemeliharaan, induk ikan diberi<br />makanan khusus yang banyak mengandung protein. Upaya untuk<br />memperoleh induk matang telur yang pernah dilakukan oleh Sub Balai<br />Penelitian Perikanan Air Tawar Palembang adalah dengan memberikan<br />makanan berbentuk gumpalan (pasta) dari bahan-bahan pembuat makanan<br />ayam dengan komposisi tepung ikan 35%, dedak halus 30%, menir beras<br />25%, tepung kedelai 10%, serta vitamin dan mineral 0,5%.<br />Makanan diberikan lima hari dalam seminggu sebanyak 5% setiap hari<br />dengan pembagian pagi hari 2,5% dan sore hari 2,5%. Selain itu, diberikan<br />juga rucah dua kali seminggu sebanyak 10% bobot ikan induk. Langkah ini<br />dilakukan untuk mempercepat kematangan gonad.<br />Ciri-ciri induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah<br />sebagai berikut :<br />a. Induk betina<br />- Umur tiga tahun.<br />- Ukuran 1,5–2 kg.<br />- Perut membesar ke arah anus.<br />- Perut terasa empuk dan halus bila di raba.<br />- Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.<br />- Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.<br />- kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang<br />bentuknya bundar dan besarnya seragam.<br />b. Induk jantan<br />- Umur dua tahun.<br />- Ukuran 1,5–2 kg.<br />- Kulit perut lembek dan tipis.<br />- Bila diurut akankeluar cairan sperma berwarna putih.<br />- Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.<br />Benih ikan patin yang berumur 1 hari dipindahkan ke dalam akuarium<br />berukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm. Setiap akuarium diisi dengan air sumur<br />bor yang telah diaerasi. Kepadatan penebaran ikan adalah 500 ekor per<br />akuarium. Aerator ditempatkan pada setiap akuarium agar keperluan oksigen<br />untuk benih dapat tercukupi. Untuk menjaga kestabilan suhu ruangan dan<br />suhu air digunakan heater atau dapat menggunakan kompor untuk<br />menghemat dana.<br />Benih umur sehari belum perlu diberi makan tambahan dari luar karena<br />masih mempunyai cadangan makanan berupa yolk sac atau kuning telur.<br />Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning<br />telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti denganTTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 6/ 14<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />makanan hidup berupa  Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan<br />kutu air dan jentik nyamuk.<br />Pembesaran ikan patin dapat dilakukan di kolam, di jala apung, melalui<br />sistem pen dan dalam karamba.<br />a) Pembesaran ikan patin di kolam dapat dilakukan melalui sistem<br />monokultur maupun polikultur.<br />b) Pada pembesaran ikan patin di jala apung, hal-hal yang perlu diperhatikan<br />adalah: lokasi pemeliharaan, bagaimana cara menggunakan jala apung,<br />bagaimana kondisi perairan dan kualitas airnya serta proses<br />pembesarannya.<br />c) Pada pembesaran ikan patin sistem pen, perlu diperhatikan: pemilihan<br />lokasi, kualitas air, bagaimana penerapan sistem tersebut, penebaran<br />benih, dan pemberian pakan serta pengontrolan dan pemanenannya.<br />d) Pada pembesaran ikan patin di karamba, perlu diperhatikan masalah:<br />pemilihan lokasi, penebaran benih, pemberian pakan tambahan,<br />pengontrolan dan pemanenan.<br />Hampang dapat terbuat dari jaring, karet, bambu atau ram kawat yang<br />dilengkapi dengan tiang atau tunggak yang ditancapkan ke dasar perairan.<br />Lokasi yang cocok untuk pemasangan hampang : kedalaman air  ± 0,5-3 m<br />dengan fluktuasi kedalaman tidak lebih dari 50 cm, arus tidak terlalu deras,<br />tetapi cukup untuk sirkulasi air dalam hampang. Perairan tidak tercemar dan<br />dasarnya sedikit berlumpur. Terhindar dari gelombang dan angin yang<br />kencang serta terhindar dari hama, penyakit dan predator (pemangsa). Pada<br />perairan yang dasarnya berbatu, harus digunakan pemberat untuk<br />membantu mengencangkan jaring. Jarak antara tiang bambu/kayu sekitar<br />0,5-1 m.<br />6.3. Pemeliharaan Pembesaran<br />1) Pemupukan<br />Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan dan produktivitas kolam,<br />yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan alami sebanyakbanyaknya. Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk<br />hijau dengan dosis 50–700 gram/m<br />2<br />2) Pemberian Pakan<br />Pemberian makan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Jumlah makanan<br />yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan<br />peliharaan. Jumlah makanan selalu berubah setiap bulan, sesuai dengan<br />kenaikan berat badan ikan dalam hampang. Hal ini dapat diketahui dengan<br />cara menimbangnya 5-10 ekor ikan contoh yang diambil dari ikan yang<br />dipelihara (smpel).TTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 7/ 14<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />3) Pemeliharaan Kolam dan Tambak<br />Selama pemeliharaan, ikan dapat diberi makanan tambahan berupa pellet<br />setiap hari dan dapat pula diberikan ikan-ikan kecil/sisa (ikan rucah) ataupun<br />sisa dapur yang diberikan 3-4 hari sekali untuk perangsang nafsu makannya.<br />7. HAMA DAN PENYAKIT<br />7.1. Hama<br />Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin menyerang<br />antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama serupa juga<br />terdapat pada usaha pembesaran patin sistem hampang (pen) dan karamba.<br />Karamba yang ditanam di dasar perairan relatif aman dari serangan hama.<br />Pada pembesaran ikan patin di jala apung (sistem sangkar ada hama berupa<br />ikan buntal (Tetraodon sp.) yang merusak jala dan memangsa ikan. Hama lain<br />berupa ikan liar pemangsa adalah udang, dan seluang (Rasbora). Ikan-ikan<br />kecil yang masuk kedalam wadah budidaya akan menjadi pesaing ikan patin<br />dalam hal mencari makan dan memperoleh oksigen.<br />Untuk menghindari serangan hama pada pembesaran di jala apung (rakit)<br />sebaiknya ditempatkan jauh dari pantai. Biasanya pinggiran waduk atau danau<br />merupakan markas tempat bersarangnya hama, karena itu sebaiknya semak<br />belukar yang tumbuh di pinggir dan disekitar lokasi dibersihkan secara rutin.<br />Cara untuk menghindari dari serangan burung bangau (Lepto-tilus javanicus),<br />pecuk (Phalacrocorax carbo sinensis), blekok (Ramphalcyon capensis<br />capensis) adalah dengan menutupi bagian atas wadah budi daya dengan<br />lembararan jaring dan memasang kantong jaring tambahan di luar kantong<br />jaring budi daya. Mata jaring dari kantong jaring bagian luar ini dibuat lebih<br />besar. Cara ini berfungsi ganda, selain burung tidak dapat masuk, ikan patin<br />juga tidak akan berlompatan keluar.<br />7.2. Penyakit<br />Penyakit ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan non-infeksi. Penyakit noninfeksi adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor yang bukan<br />patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat<br />infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.<br />1) Penyakit akibat infeksi<br />Organisme patogen yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit,<br />jamur, bakteri, dan virus. Produksi benih ikan patin secara masal masih<br />menemui beberapa kendala antara lain karena sering mendapat serangan<br />parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) sehingga banyak benih patin yangTTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 8/ 14<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Dalam usaha pembesaran<br />patin belum ada laporan yang mengungkapkan secara lengkap serangan<br />penyakit pada ikan patin, untuk pencegahan, beberapa penyakit akibat<br />infeksi berikut ini sebaiknya diperhatikan.<br />a. Penyakit parasit<br />Penyakit white spot (bintik putih) disebabkan oleh parasit dari bangsa<br />protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Pengendalian:<br />menggunakan metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram<br />metil biru dalam 100 cc air). Ikan yang sakit dimasukkan ke dalam bak air<br />yang bersih, kemudian kedalamnya masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan<br />dalam larutan selama 24 jam. Lakukan pengobatan berulang-ulang<br />selama tiga kali dengan selang waktu sehari.<br />b. Penyakit jamur<br />Penyakit jamur biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan.<br />Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan.<br />Penyebab penyakit jamur adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Pada<br />kondisi air yang jelek, kemungkinan patin terserang jamur lebih besar.<br />Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga<br />kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan ikan patin. Ikan<br />yang terlanjur sakit harus segera diobati. Obat yang biasanya di pakai<br />adalah malachyt green oxalate sejumlah 2 –3 g/m air (1 liter) selama 30<br />menit. Caranya rendam ikan yang sakit dengan larutan tadi, dan di ulang<br />sampai tiga hari berturut- turut.<br />c. Penyakit bakteri<br />Penyakit bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang<br />sering menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudo-monas sp. Ikan<br />yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama<br />di bagian dada, perut, dan pangkal sirip.  Penyakit bakteri yang mungkin<br />menyerang ikan patin adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang<br />ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas<br />sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah<br />menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah<br />harus segera dimusnahkan. Sementara yang terinfeks, tetapi  belum<br />parah dapat dicoba dengan beberapa cara pengobatan. Antara lain: (1)<br />Dengan merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20<br />ppm selama 30–60 menit, (2) Merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5-<br />10 ppm selama 12–24 jam, atau (3) merendam ikan dalam larutan<br />oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.<br />2) Penyakit non-infeksi<br />Penyakit non-infeksi banyak diketemukan adalah keracunan dan kurang gizi.<br />Keracunan disebabkan oleh banyak faktor seperti pada pemberian pakan<br />yang berjamur dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan.<br />Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan.<br />- Ikan akan lemah, berenang megap-megap dipermukaan air. Pada kasus<br />yang berbahaya, ikan berenang terbalik dan mati. Pada kasus kurang gizi,TTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 9/ 14<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang dengan<br />ukuran tubuh, kurang lincah dan berkembang tidak normal.<br />- Kendala yang sering dihadapi adalah serangan parasit Ichthyoptirus<br />multifilis (white spot) mengakibatkan banyak benih mati, terutama benih<br />yang berumur 1-2 bulan.<br />- Penyakit ini dapat membunuh ikan dalam waktu singkat.<br />- Organisme ini menempel pada tubuh ikan secara bergerombol sampai<br />ratusan jumlahnya sehingga akan terlihat seperti bintik-bintik putih.<br />- Tempat yang disukai adalah di bawah selaput lendir sekaligus merusak<br />selaput lendir tersebut.<br />8. PANEN<br />8.1. Penangkapan<br />Penangkapan ikan dengan menggunakan jala apung akan mengakibatkan ikan<br />mengalami luka-luka. Sebaiknya penangkapan ikan dimulai dibagian hilir<br />kemudian bergerak kebagian hulu. Jadi bila ikan didorong dengan kere maka<br />ikan patin akan terpojok pada bagian hulu. Pemanenan seperti ini<br />menguntungkan karena ikan tetap mendapatkan air yang segar sehingga<br />kematian ikan dapat dihindari.<br />8.2. Pembersihan<br />Ikan patin yang dipelihara dalam hampang dapat dipanen setelah 6 bulan.<br />Untuk melihat hasil yang diperoleh, dari benih yang ditebarkan pada waktu awal<br />dengan berat 8-12 gram/ekor, setelah 6 bulan dapat mencapai  600-700<br />gram/ekor. Pemungutan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan jala<br />sebanyak 2-3 buah dan tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 2-3 orang. Ikan<br />yang ditangkap dimasukkan kedalam wadah yang telah disiapkan.<br />9. PASCAPANEN<br />Penanganan pascapanen ikan patin dapat dilakukan dengan cara penanganan<br />ikan hidup maupun ikan segar.<br />1) Penanganan ikan hidup<br />Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam<br />keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke<br />konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:<br />a. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat<br />C.<br />b. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.TTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 10/ 14<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />c. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.<br />2) Penanganan ikan segar<br />Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang<br />perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:<br />a. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.<br />b. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.<br />c. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak<br />dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan<br />daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan<br />seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi<br />kotak maksimum 50 cm.<br />d. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C.<br />Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan<br />jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian<br />ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es<br />lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian<br />juga antara ikan dengan penutup kotak.<br />3) Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah<br />sebagai berikut:<br />a. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan<br />tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong<br />plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).<br />b. Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama<br />dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan<br />air sumur yang telah diaerasi semalam.<br />c. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari.<br />Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan<br />dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1<br />m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan<br />dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan<br />ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan<br />dengan ukuran benihnya.<br />d. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi<br />menjadi dua bagian, yaitu:<br />1. Sistem terbuka<br />Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak<br />memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba.<br />Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk<br />mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.<br />2. Sistem tertutup<br />Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan<br />waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media<br />pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer<br />Na2(hpo)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yangTTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 11/ 14<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />diangkut dengan kantong plastik: (1) masukkan air bersih ke dalam<br />kantong plastik kemudian benih; (3) hilangkan udara dengan menekan<br />kantong plastik ke permukaan air; (3) alirkan oksigen dari tabung<br />dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga<br />(air:oksigen=1:1); (4) kantong plastik lalu diikat. (5) kantong plastik<br />dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan.<br />Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m<br />dapat diisi 2 buah kantong plastik.<br />Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat<br />tujuan adalah sebagai berikut:<br />- Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin<br />dalam 10 liter air bersih).<br />- Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam<br />setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong<br />plastik terjadi perlahan-lahan.<br />- Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan  tetrasiklin selama<br />1-2 menit.<br />- Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak<br />pemberokan benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan<br />pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut.<br />Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak<br />20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.<br />- Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.<br />Pengemasan benih harus dapat menjamin keselamatan benih selama<br />pengangkutan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan benih<br />ikan patin yaitu:<br />- Sediakan kantong plastik sesuai kebutuhan. Setiap kantong dibuat<br />rangkap untuk menghindari kebocoran. Sediakan karet gelang untuk<br />simpul sederhana. Masing-masing kantong diisi air sumur yang telah<br />diaerasi selama 24 jam.<br />- Benih ikan yang telah dipuasakan selama 18 jam ditangkap dengan<br />serokan halus kemudian dimasukan kedalam kantong plastik tadi.<br />- Satu persatu kantong diisi dengan oksigen murni (perbandingan<br />air:oksigen = 1:2). Setelah itu segera diikat dengan karet gelang<br />rangkap.<br />- Kantong-kantong plastik berisi benih dimasukkan kedalam kardus.<br />- Lama pengangkutan. Benih ikan patin dapat diangkut selama 10 jam<br />dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 98,67%. Jika jarak yang<br />hendak ditempuh memerlukan waktu yang lama maka satu- satunya<br />cara untuk menjamin agar ikan tersebut selamat adalah dengan<br />mengurangi jumlah benih ikan di dalam setiap kantong plastik.<br />Berdasarkan penelitian terbukti bahwa benih patin masih aman<br />diangkut selama 14 jam dengan kapadatan 300 ekor per liter.TTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 12/ 14<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA<br />10.1.Analisis Usaha Budidaya<br />Perkiraan analisis usaha ikan patin pada tahun 1999 di daerah Jawa Barat<br />adalah sebagai berikut:<br />1) Biaya produksi<br />a. Kolam pemijahan 2 x 2 m Rp.     200.000,-<br />b Bibit /benih<br />- 2 ekor induk @ Rp. 150.000,- Rp.     300.000,-<br />- Ikan donor 5 Kg @ Rp. 10.000,- Rp.       50.000,-<br />c. Pakan/makanan (Artemia Salina) Rp.       80.000,-<br />d. Obat<br />- Alat suntik 0,5 cc (2 buah) @ Rp. 4000,- Rp.         8.000,-<br />- Pregnil Rp.       50.000,-<br />e. Alat<br />- Bangunan dan sumur Rp.   2.000.000,-<br />- Genzet Rp.   2.500.000,-<br />- Aerator Rp.      500.000,-<br />- Selang aquarium 50 m @ Rp 1000,- Rp.        50.000,-<br />- Kompor (4 unit) @ Rp. 25.000,- Rp.      100.000,-<br />- 100 unit aquarium: 40x80 cm @ Rp 35.000,- Rp.   3.500.000,-<br />f. Tenaga kerja<br />- Tenaga kerja tetap 14 hari, 2 orang @ Rp.20.000,- Rp.      560.000,-<br />g. Biaya tak terduga 10% Rp.      989.800,-<br />Jumlah biaya produksi Rp. 10.887.800,-<br />2) Biaya investasi rata-rata/aquarium Rp.       98.000,-<br />3) Presentase output terhadap investasi/aquarium 3,15 %<br />4) Analisis usaha untuk menutup investasi<br />a. Periode 1: 2 Minggu pertama<br />Benih @ Aquarium:100 ekor=100x100xRp.125,- Rp.   1.250.000,-<br />b. Periode II :<br />Pengeluaran Tetap/2 mingguan Rp.      480.000,-<br />Dari perhitungan di atas pada periode ke 14 atau sekitar 7 bulan, telah dapat<br />menutup investasi, Pada Produksi ke 15 ke atas sudah dapat memetik<br />keuntungan<br />10.2.Gambaran Peluang Agribisnis<br />Dengan adanya luas perairan umum di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa,<br />danau alam dan buatan seluas hampir mendekati 13 juta ha merupakan potensiTTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 13/ 14<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />alam yang sangat baik bagi pengembangan usaha perikanan di Indonesia.<br />Disamping itu banyak potensi pendukung lainnya yang dilaksanakan oleh<br />pemerintah dan swasta dalam hal permodalan, program penelitian dalam hal<br />pembenihan, penanganan penyakit dan hama dan penanganan pasca panen,<br />penanganan budidaya serta adanya kemudahan dalam hal periizinan import.<br />Walaupun permintaan di tingkal pasaran lokal akan ikan patin dan ikan air tawar<br />lainnya selalu mengalami pasang surut, namun dilihat dari jumlah hasil<br />penjualan secara rata-rata selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.<br />Apabila pasaran lokal ikan patin mengalami kelesuan, maka akan sangat<br />berpengaruh terhadap harga jual baik di tingkat petani maupun di tingkat grosir<br />di pasar ikan. Selain itu penjualan benih ikan patin boleh dikatakan hampir tak<br />ada masalah, prospeknya cukup baik. Selain adanya potensi pendukung dan<br />faktor permintaan komoditi perikanan untuk pasaran lokal, maka sektor<br />perikanan merupakan salah satu peluang usaha bisnis yang cerah.<br />11. DAFTAR PUSTAKA<br />1) Anonim (1995). Pembesaran Ikan Patin Dalam Hampang (Banjarbaru:<br />Lembar Informasi Pertanian.<br />2) Aida, Siti Nurul, dkk. (1992/1993). Pengaruh Pemberian Kapur Pada Mutu<br />Air dan Pertumbuhan Ikan Patin di Kolam Rawa Non Pasang Surut dalam<br />Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar.<br />3) Arifin, Zainal. (1987).  “Pembenihan Ikan Patin (Pangasius pangasius)<br />Dengan Rangsangan Hormon” , Buletin Penelitian Perikanan  Darat. 6 (1),<br />1987: 42 - 47.<br />4) Arifin, Zainal, Pengaruh  Pakan  Terhadap  Pematangan  Calon  Induk<br />Ikan  Patin (Pangasius pangasius) dalam Prosiding Seminar Hasil<br />Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.<br />5) --------------, dkk. Perawatan Larva Ikan Patin  (Pangasius pangasius)<br />dengan Lingkungan Air Yang Berbeda dalam Proseding Seminar Hasil<br />Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.<br />6) --------------,  dkk. Pemberian Pakan Berbeda Pada Pembesaran Ikan Patin<br />(Pangasius pangsius) Dalam Sangkar dalam Proseding Seminar Hasil<br />Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.<br />7) --------------, dan Asyari, Pembesaran Ikan Patin (Pangasius pangasius)<br />dalam Sangkar di Kolam dengan Kualitas Air yang Berbeda dalam<br />Proseding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992,<br />Balitkanwar, Bogor, 1992.<br />8) --------------, dan Asyari, Perawatan Larva Ikan Patin (Pangasius<br />pangasius) Dengan Sistem Resirkulasi dalam Proseding Seminar Hasil<br />Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar, Bogor, 1992.<br />9) --------------; Asyari (1992). Pendederan Benih Ikan Patin (Pangasius<br />pangasius) dalam Sangkar dalam Proseding Seminar Hasil Penelitian<br />Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar, Bogor, 1992.TTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 14/ 14<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />10) Susanto, Heru (1999). Budi Daya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya,<br />1999 ).<br />11) Widiayati, Ani, dkk., Pegaruh Padat Tebar Induk Patin (Pangasius<br />pangasius ) Yang dipelihara di Karamba Jaring Apung dalam Proseding<br />Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar,<br />Bogor, 1992.<br />12. KONTAK HUBUNGAN<br />Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;<br />Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829<br />Jakarta, Maret 2000<br />Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas<br />Editor : Kemal Prihatman

Budidaya dan Analisa Usaha Ikan Patin

DESKRIPSI Ikan patin merupakan jenis  ikan konsumsi air tawar,  berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan...

Read more »

Cara Budidaya dan Analisa Usaha Ikan Mas

Ikan mas merupakan jenis  ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang<br />pipih kesamping dan lunak. Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475<br />sebelum masehi di Cina. Di Indonesia ikan mas mulai dipelihara sekitar tahun<br />1920. Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan merupakan ikan mas<br />yang dibawa dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Ikan mas Punten dan<br />Majalaya merupakan hasil seleksi di Indonesia. Sampai saat ini sudah terdapat<br />10 ikan mas yang dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologisnya.<br /><br />Budidaya ikan mas telah berkembang pesat di kolam biasa, di sawah, waduk,<br />sungai air deras, bahkan ada yang dipelihara dalam keramba di perairan<br />umum. Adapun sentra produksi ikan mas adalah: Ciamis, Sukabumi,<br />Tasikmalaya, Bogor, Garut, Bandung, Cianjur, Purwakarta<br /><br />Dalam ilmu taksonomi hewan, klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut:<br />Kelas : Osteichthyes<br />Anak kelas : Actinopterygii<br />Bangsa : Cypriniformes<br />Suku : Cyprinidae<br />Marga : Cyprinus<br />Jenis : Cyprinus carpio L.<br />Saat ini ikan mas mempunyai banyak ras atau stain. Perbedaan sifat dan ciri<br />dari ras disebabkan oleh adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan<br />kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik,<br />bentuk tubuh dan warnanya. Adapun ciri-ciri dari beberapa strain ikan mas<br />adalah sebagai berikut:<br />1) Ikan mas punten: sisik berwarna hijau gelap; potongan badan paling pendek;<br />bagian punggung tinggi melebar; mata agak menonjol; gerakannya gesit;<br />perbandingan antara panjang badan dan tinggi badan antara 2,3:1.<br />2) Ikan mas majalaya: sisik berwarna hijau keabu-abuan dengan tepi sisik lebih<br />gelap; punggung tinggi; badannya relatif pendek; gerakannya lamban, bila<br />diberi makanan suka berenang di permukaan air; perbandingan panjang<br />badan dengan tinggi badan antara 3,2:1.<br />3) Ikan mas si nyonya: sisik berwarna kuning muda; badan relatif panjang; mata<br />pada ikan muda tidak menonjol, sedangkan ikan dewasa bermata sipit;<br />gerakannya lamban, lebih suka berada di permukaan air; perbandingan<br />panjang badan dengan tinggi badan antara 3,6:1.<br />4) Ikan mas taiwan: sisik berwarna hijau kekuning-kuningan; badan relatif<br />panjang; penampang punggung membulat; mata agak menonjol; gerakan<br />lebih gesit dan aktif; perbandingan panjang badan dengan tinggi badan<br />antara 3,5:1.<br />5) Ikan mas koi: bentuk badan bulat panjang dan bersisisk penuh; warna sisik<br />bermacam-macam seperti putih, kuning, merah menyala, atau kombinasi dari<br />warna-warna tersebut. Beberapa ras koi adalah  long tail Indonesian carp,<br />long tail platinm nishikigoi, platinum nishikigoi, long tail shusui nishikigoi,<br />shusi nishikigoi, kohaku hishikigoi, lonh tail hishikigoi, taishusanshoku<br />nshikigoi dan long tail taishusanshoku nishikigoi.<br />Dari sekian banyak strain ikan mas, di Jawa Barat ikan mas punten kurang<br />berkembang karena diduga orang Jawa Barat lebih menyukai ikan mas yang<br />berbadan relatif panjang. Ikan mas majalaya termasuk jenis unggul yang<br />banyak dibudidayakan.<br />Manfaat ikan Mas antara lain:<br />1) Sebagai sumber penyediaan protein hewani.<br />2) Sebagai ikan hias.<br /><br />P E R S Y  AR  A T  AN   L O  K  AS I<br />1) Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung,<br />tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar<br />dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.<br />2) Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5%<br />untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.<br />3) Ikan mas dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada<br />ketinggian antara 150-1000 m dpl.<br />4) Kualitas air untuk pemeliharaan ikan mas harus bersih, tidak terlalu keruh<br />dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik.<br />5) Ikan mas dapat berkembang pesat di kolam, sawah, kakaban, dan sungai air<br />deras. Kolam dengan sistem pengairannya yang mengalir sangat baik bagi<br />pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mas. Debit air untuk kolam air<br />tenang 8-15 liter/detik/ha, sedangkan untuk pembesaran di kolam air deras<br />debitnya 100 liter/menit/m3<br />6) Keasaman air (pH) yang baik adalah antara 7-8.<br />7) Suhu air yang baik berkisar antara 20-25 derajat C.<br /><br />PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA<br />Penyiapan Sarana dan Peralatan<br />1) Kolam<br />Lokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam<br />dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2–5% sehingga<br />memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.<br />a. Kolam pemeliharaan induk<br />Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya.<br />Sebagai contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter<br />persegi bila hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila<br />diberi pakan pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200<br />meter persegi saja. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan<br />dinding bisa ditembok atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu<br />bagian dalamnya. Pintu pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang<br />sarinya, sedangkan untuk pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik.<br />b. Kolam pemijahan<br />Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok.<br />Ukuran/luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan<br />dengan bentuk kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa<br />untuk 1 ekor induk dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18m2<br />dengan 18 buah ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah<br />pembuangan, untuk menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu<br />pemasukan bisa dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai<br />pralon (kalau ukuran kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam<br />penetasan pada dasarnya sama dengan kolam pemijahan dan seringkali<br />juga untuk penetasan menggunakan kolam pemijahan. Pada kolam<br />penetasan diusahakan agar air yang masuk dapat menyebar ke daerah<br />yang ada telurnya.<br />c. Kolam pendederan<br />Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan<br />pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama<br />dengan luas 25-500 m2 dan pendederan lanjutan 500-1000 m2 per petak.<br />Pemasukan air bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan<br />dengan pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran<br />dasar) dan di dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi kemalir<br />adalah tempat berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk<br />memudahkan penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah<br />pembuangan. Petak tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air<br />sungai) maka perlu dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan.<br />2) Peralatan<br />Alat-alat yang biasa digunakan dalam usaha pembenihan ikan mas<br />diantaranya adalah: jala, waring (anco), hapa (kotak dari jaring/kelambu<br />untuk menampung sementara induk maupun benih), seser, ember-ember,<br />baskom berbagai ukuran, timbangan skala kecil (gram) dan besar (kg),<br />cangkul, arit, pisau serta piring secchi (secchi disc) untuk mengukur kadar<br />kekeruhan.<br />Sedangkan peralatan lain yang digunakan untuk memanen/menangkap ikan<br />mas antara lain adalah warring/scoopnet yang halus, ayakan<br />panglembangan diameter 100 cm, ayakan penandean diameter 5 cm, tempat<br />menyimpan ikan, keramba kemplung, keramba kupyak, fish bus (untuk<br />mengangkut ikan jarak dekat), kekaban (untuk tempat penempelan telur<br />yang bersifat melekat), hapa dari kain tricote (untuk penetasan telur secara<br />terkontrol) atau kadang-kadang untuk penangkapan benih, ayakan<br />penyabetan dari alumunium/bambu, oblok/delok (untuk pengangkut benih),<br />sirib (untuk menangkap benih ukuran 10 cm keatas), anco/hanco (untuk<br />menangkap ikan), lambit dari jaring nilon (untuk menangkap ikan konsumsi),<br />scoopnet (untuk menangkap benih ikan yang berumur satu minggu keatas),<br />seser (gunanya= scoopnet, tetapi ukurannya lebih besar), jaring berbentuk<br />segiempat (untuk menangkap induk ikan atau ikan konsumsi).<br />3) Persiapan Media<br />Yang dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk<br />pemeliharaan ikan, terutama mengenai pengeringan, pemupukan dlsb.<br />Dalam menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan adalah<br />pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk<br />memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/meter persegi,<br />diberi pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing<br />dengan dosis 50-700 gram/meter persegi, bisa juga ditambahkan pupuk<br />buatan yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram<br />dan 10 gram/meter persegi.<br /><br />Pembibitan<br />1) Pemilihan Bibit dan Induk<br />Usaha pembenihan ikan mas dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu<br />secara tradisional, semi intensif dan secara intensif. Dengan semakin<br />meningkatnya teknologi budidaya ikan, khususnya teknologi pembenihan<br />maka telah dilaksanakan penggunaan induk-induk yang berkualitas baik.<br />Keberhasilan usaha pembenihan tidak lagi banyak bergantung pada kondisi<br />alam namun manusia telah banyak menemukan kemajuan diantaranya<br />pemijahan dengan hipofisisasi, peningkatan derajat pembuahan telur dengan<br />teknik pembunuhan buatan, penetasan telur secara terkontrol, pengendalian<br />kuantitas dan kualitas air, teknik kultur makanan alami dan pemurnian<br />kualitas induk ikan. Untuk peningkatan produksi benih perlu dilakukan<br />penyeleksian terhadap induk ikan mas.<br />Adapun ciri-ciri induk jantan dan induk betina unggul yang sudah matang<br />untuk dipijah adalah sebagai berikut:<br />a. Betina: umur antara 1,5-2 tahun dengan berat berkisar 2 kg/ekor; Jantan:<br />umur minimum 8 bulan dengan berat berkisar 0,5 kg/ekor.<br />b. Bentuk tubuh secar akeseluruhan mulai dari mulut sampai ujung sirip ekor<br />mulus, sehat, sirip tidak cacat.<br />c. Tutup insan normal tidak tebal dan bila dibuka tidak terdapat bercak putih;<br />panjang kepala minimal 1/3 dari panjang badan; lensa  mata tampak<br />jernih.<br />d. Sisik tersusun rapih, cerah tidak kusam.<br />e. Pangkal ekor kuat dan normal dengan panjang panmgkal ekor harus lebih<br />panjang dibandingkan lebar/tebal ekor.<br />Sedangkan ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah<br />sebagai berikut:<br />a) Betina<br />- Badan bagian perut besar, buncit dan lembek.<br />- Gerakan lambat, pada malam hari biasanya loncat-loncat.<br />- Jika perut distriping mengeluarkan cairan berwarna kuning.<br />b) Jantan<br />- Badan tampak langsing.<br />- Gerakan lincah dan gesit.<br />- Jika perut distriping mengeluarkan cairan sperma berwarna putih.<br />2) Sistim Pembenihan/Pemijahan<br />Saat ini dikenal dua macam sistim pemijahan pada budidaya ikan mas, yaitu:<br />a. Sistim pemijahan tradisional<br />Dikenal beberapa cara melakukan pemijahan secara tradisional, yaitu:<br />- Cara sunda: (1) luas kolam pemijahan 25-30 meter persegi, dasar<br />kolam sedikit berlumpur, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari,<br />induk dimasukan pada sore hari; (2) disediakan injuk untuk menepelkan<br />telur; (3) setelah proses pemijahan selesai, ijuk dipindah ke kolam<br />penetasan.<br />- Cara cimindi: (1) luas kolam pemijahan 25-30 meter persegi, dasar<br />kolam sedikit berlumpur, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari,<br />induk dimasukan pada sore hari; kolam pemijahan merupakan kolam<br />penetasan; (2) disediakan injuk untuk menepelkan telur, ijuk dijepit<br />bambu dan diletakkan dipojok kolam dan dibatasi pematang antara dari<br />tanah; (3) setelah proses pemijahan selesai induk dipindahkan ke<br />kolam lain; (4) tujuh hari setelah pemijahan ijuk ini dibuka kemudian<br />sekitar 2-3 minggu setelah itu dapat dipanen benih-benih ikan.<br />- Cara rancapaku: (1) luas kolam pemijahan 25-30 meter persegi, dasar<br />kolam sedikit berlumpur, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari,<br />induk dimasukan pada sore hari; kolam pemijahan merupakan kolam<br />penetasan, batas pematang antara terbuat dari batu; (2) disediakan<br />rumput kering untuk menepelkan telur, rumput disebar merata di<br />seluruh permukaan air kolam dan dibatasi pematang antara dari tanah;<br />(3) setelah proses pemijahan selesai induk tetap di kolam   pemijahan.;<br />(4) setelah benih ikan kuat maka akan berpindah tempat melalui sela<br />bebatuan, setelah 3 minggu maka benih dapat dipanen.<br />- Cara sumatera: (1) luas kolam pemijahan 5 meter persegi, dasar kolam<br />sedikit berlumpur, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari, induk<br />dimasukan pada sore hari; kolam pemijahan merupakan kolam<br />penetasan; (2) disediakan injuk untuk menepelkan telur, ijuk ditebar di<br />permukaan air; (3) setelah proses pemijahan selesai induk dipindahkan<br />ke kolam lain; (4) setelah benih berumur 5 hari lalu pindahkan ke kolam<br />pendederan.<br />- Cara dubish: (1) luas kolam pemijahan 25-50 meter persegi, dibuat parit<br />keliling dengan lebar 60 cm dalam 35 cm, kolam dikeringkan lalu diisi<br />air pada pagi hari, induk dimasukan pada sore hari; kolam pemijahan<br />merupakan kolam penetasan; (2) sebagai media penempel telur<br />digunakan tanaman hidup seperti Cynodon dactylon setinggi 40 cm; (3)<br />setelah proses pemijahan selesai induk dipindahkan ke kolam lain; (4)<br />setelah benih berumur 5 hari lalu pindahkan ke kolam pendederan.<br />- Cara hofer: (1) sama seperti cara dubish hanya tidak ada parit dan<br />tanaman Cynodon dactylon dipasang di depan pintu pemasukan air.<br />b. Sistim kawin suntik<br />Pada sisitim ini induk baik jantan maupun betina yang matang bertelur<br />dirangsang untuk memijah setelah penyuntikan ekstrak kelenjar hyphofise<br />ke dalam tubuh ikan. Kelenjar hyphofise diperoleh dari kepala ikan donor<br />(berada dilekukan tulang tengkorak di bawah otak besar). Setelah<br />suntikan dilakukan  dua kali, dalam tempo 6 jam induk akan terangsang<br />melakukan pemijahan. Sistim ini memerlukan biaya yang tinggi, sarana<br />yang lengkap dan perawatan yang intensif.<br />3) Pembenihan/Pemijahan<br />Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemijahan ikan mas:<br />a. Dasar kolam tidak berlumpur, tidak bercadas.<br />b. Air tidak terlalu keruh; kadar oksigen dalam air cukup; debit air cukup; dan<br />suhu berkisar 25 derajat C.<br />c. Diperlukan bahan penempel telur seperti ijuk atau tanaman air.<br />d. Jumlah induk yang disebar tergantung dari luas kolam, sebagai patokan<br />seekor induk berat 1 kg memerlukan kolam seluas 5 meter persegi.<br />e. Pemberian makanan dengan kandungan protein 25%. Untuk pellet<br />diberikan secara teratur 2 kali sehari (pagi dan sore hari) dengan takaran<br />2-4% dari jumlah berat induk ikan.<br />4) Pemeliharaan Bibit/Pendederan<br />Pendederan atau pemeliharaan anak ikan mas dilakukan setelah telur-telur<br />hasil pemijahan menetas. Kegiatan ini dilakukan pada kolam pendederan<br />(luas 200-500 meter persegi) yang sudah siap menerima anak ikan dimana<br />kolam tersebut dikeringkan terlebih dahulu serta dibersihkan dari ikan-ikan<br />liar. Kolam diberi kapur dan dipupuk sesuai ketentuan. Begitu pula dengan<br />pemberian pakan untuk bibit diseuaikan dengan ketentuan.<br />Pendederan ikan mas dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:<br />a. Tahap I: umur benih yang disebar sekitar 5-7 hari(ukuran1-1,5 cm); jumlah<br />benih yang disebar=100-200 ekor/meter persegi; lama pemeliharaan 1<br />bulan; ukuran benih menjadi 2-3 cm.<br />b. Tahap II: umur benih setelah tahap I selesai; jumlah benih yang<br />disebar=50-75 ekor/meter persegi; lama pemeliharaan 1 bulan; ukuran<br />benih menjadi 3-5 cm.<br />c. Tahap III: umur benih setelah tahap II selesai; jumlah benih yang<br />disebar=25-50 ekor/meter persegi; lama pemeliharaan 1 bulan; ukuran<br />benih menjadi 5-8 cm; perlu penambahan makanan berupa dedak halus<br />3-5% dari jumlah bobot benih.<br />d. Tahap IV: umur benih setelah tahap III selesai; jumlah benih yang<br />disebar=3-5 ekor/meter persegi; lama pemeliharaan 1 bulan; ukuran benih<br />menjadi 8-12 cm; perlu penambahan makanan berupa dedak halus 3-5%<br />dari jumlah bobot benih.<br />5) Perlakuan dan Perawatan Bibit<br />Apabila benih belum mencapai ukuran 100 gram, maka benih diberi pakan<br />pelet 2 mm sebanyak 3 kali bobot total benih yang diberikan 4 kali sehari<br />selama 3 minggu.<br /><br />Pemeliharaan Pembesaran<br />Pemeliharaan pembesaran dapat dilakukan secara polikultur maupun<br />monokultur.<br />a) Polikultur<br />1. ikan mas 50%, ikan tawes 20%, dan mujair 30%, atau<br />2. ikan mas 50%, ikan gurame 20% dan ikan mujair 30%.<br />b) Monokultur<br />Pemeliharaan sistem ini merupakan pemeliharaan terbaik dibandingkan<br />dengan polikultur dan pada sistem ini dilakukan pemisahan antara induk<br />jantan dan betina.<br />1) Pemupukan<br />Pemupukan dengan kotoran kandang (ayam) sebanyak 250-500 gram/m2,<br />TSP 10 gram/m2, Urea 10 gram/m2, kapur 25-100 gram/m2 Setelah itu kolam<br />diisi air 39\0-40 cm. Biarkan 5-7 hari. Dua hari setelah pengisian air, kolam<br />disemprot dengan insektisida organophosphat seperti Sumithion 60 EC,<br />Basudin 60 EC dengan dosis 2-4 ppm. Tujuannya untuk memberantas<br />serangga dan udang-udangan yang memangsa rotifera. Setelah 7 hari<br />kemudian, air ditinggikan sekitar 60 cm. Padat penebaran ikan tergantung<br />pemeliharaannya. Jika hanya mengandalkan pakan alami dan dedak, maka<br />padat penebaran adalah 100-200 ekor/m2, sedangkan bila diberi pakan<br />pellet, maka penebaran adalah 300-400 ekor/m2 (benih lepas hapa).<br />Penebaran dilakukan pada pagi/sore hari saat suhu rendah.<br />2) Pemberian Pakan<br />Dalam pembenihan secara intensif biasanya diutamakan pemberian pakan<br />buatan. Pakan yang berkualitas baik mengandung zat-zat makanan yang<br />cukup, yaitu protein yang mengandung asam amino esensial, karbohidrat,<br />lemak, vitamin dan mineral. Perawatan larva dalam hapa sekitar 4-5 hari.<br />Setelah larva tidak menempel pada kakaban (3-4 hari kemudian) kakaban<br />diangkat dan dibersihkan. Pemberian pakan untuk larva, 1 butir kuning telur<br />rebus untuk 100.000 ekor/hari. Caranya kuning telur dibuat suspensi (1/4 liter<br />air untuk 1 butir), kuning telur diremas dalam kain kemudian diberikan pada<br />benih, perawatan 5-7 hari.<br />3) Pemeliharaan Kolam/Tambak<br />Dalam hal pemeliharaan ikan mas yang tidak boleh terabaikan adalah<br />menjaga kondisi perairan agar kualitas air cukup stabil dan bersih serta tidak<br />tercemari/teracuni oleh zat beracun.<br />7. HAMA DAN PENYAKIT<br />7.1. Hama<br />1) Bebeasan (Notonecta)<br />Berbahaya bagi benih karena sengatannya.  Pengendalian: menuangkan<br />minyak tanah ke permukaan air 500 cc/100 meter persegi.<br />2) Ucrit (Larva cybister)<br />Menjepit badan ikan dengan taringnya hingga robek.  Pengendalian: sulit<br />diberantas; hindari bahan organik menumpuk di sekitar kolam.<br />3) Kodok<br />Makan telur telur ikan.  Pengendalian: sering membuang telur yang<br />mengapung; menagkap dan membuang hidup-hidup.<br />4) Ular<br />Menyerang benih dan ikan kecil.  Pengendalian: lakukan penangkapan;<br />pemagaran kolam.<br />5) Lingsang<br />Memakan ikan pada malam hari. Pengendalian:pasang jebakan berumpun.<br />6) Burung<br />Memakan benih yang berwarna menyala seperti merah, kuning.<br />Pengendalian: diberi penghalang bambu agar supaya sulit menerkam; diberi<br />rumbai-rumbai atau tali penghalang.<br />7) Ikan gabus<br />Memangsa ikan kecil. Pengendalian:pintu masukan air diberi saringan atau<br />dibuat bak filter.<br />8) Belut dan kepiting<br />Pengendalian: lakukan penangkapan.<br />7.2. Penyakit<br />1) Bintik merah (White spot)<br />Gejala: pada bagian tubuh (kepala, insang, sirip) tampak bintik-bintik putih,<br />pada infeksi berat terlihat jelas lapisan putih, menggosok-gosokkan<br />badannya pada benda yang ada disekitarnya dan berenang sangat lemah<br />serta sering muncul di permukaan air.  Pengendalian: direndam dalam<br />larutan Methylene blue 1% (1 gram dalam 100 cc air) larutan ini diambil 2-4<br />cc dicampur 4 liter air selama 24 jam dan Direndam dalam garam dapur<br />NaCl selama 10 menit, dosis 1-3 gram/100 cc air.<br />2) Bengkak insang dan badan ( Myxosporesis)<br />Gejala: tutup insang selalu terbuka oleh bintik kemerahan, bagian punggung<br />terjadi pendarahan. Pengendalian; pengeringan kolam secara total, ditabur<br />kapur tohon 200 gram/m2, biarkan selama 1-2 minggu.<br />3) Cacing insang, sirip, kulit (Dactypogyrus dan girodactylogyrus)<br />Gejala: ikan tampak kurus, sisik kusam, sirip ekor kadang-kadang rontok,<br />ikan menggosok-gosokkan badannya pada benda keras disekitarnya, terjadi<br />pendarahan dan menebal pada insang.  Pengendalian: (1) direndan dalam<br />larutan formalin 250 gram/m3 selama 15 menit dan direndam dalam<br />Methylene blue 3 gram/m3 selama 24 jam; (2) hindari penebaran ikan yang<br />berlebihan.<br />4) Kutu ikan (argulosis)<br />Gejala: benih dan induk menjadi kurus, karena dihisap darahnya. Bagian<br />kulit, sirip dan insang terlihat jelas adanya bercak merah (hemorrtage).<br />Pengendalian: (1) ikan yang terinfeksi direndan dalam garam dapur 20<br />gram/liter air selama 15 menit dan direndam larutan PK 10 ppm (10 ml/m3)<br />selama 30 menit; (2) dengan pengeringan kolam hingga retak-retak.<br />5) Jamur (Saprolegniasis)<br />Menyerang bagian kepala, tutup insang, sirip dan bagian yang lainnya.<br />Gejala: tubuh yang diserang tampak seperti kapas. Telur yang terserang<br />jamur, terlihat benang halus seperti kapas. Pengendalian: direndam dalam<br />larutan Malactile green oxalat (MGO) dosis 3 gram/m3 selama 30 menit; telur<br />yang terserang direndam dengan MGO 2-3 gram/m3 selama 1 jam.<br />6) Gatal (Trichodiniasis)<br />Menyerang benih ikan.  Gejala: gerakan lamban; suka menggosok-gosokan<br />badan pada sisi kolam/aquarium.  Pengendalian: rendam selam 15 menit<br />dalam larutan formalin 150-200 ppm.<br />7) Bakteri psedomonas flurescens<br />Penyakit yang sangat ganas. Gejala: pendarahan dan bobok pada kulit; sirip<br />ekor terkikis.  Pengendalian: pemberian pakan yang dicampur<br />oxytetracycline 25-30 mg/kg ikan atau sulafamerazine 200mg/kg ikan selama<br />7 hari berturut-turut.<br />8) Bakteri aeromonas punctata<br />Penyakit yang sangat ganas. Gejala: warna badan suram, tidak cerah; kulit<br />kesat dan melepuh; cara bernafas mengap-mengap; kantong empedu<br />gembung; pendarahan dalam organ hati dan ginjal.  Pengendalian:<br />penyuntikan chloramphenicol 10-15 mg/kg ikan atau streptomycin 80-100<br />mg/kg ikan; pakan dicampur terramicine 50 mg/kg ikan selama 7 hari<br />berturut-turut.<br />Secara umum hal-hal yang dilakukan untuk dapat mencegah timbulnya<br />penyakit dan hama pada budidaya ikan mas:<br />1) Pengeringan dasar kolam secara teratur setiap selesai panen.<br />2) Pemeliharaan ikan yang benar-benar bebas penyakit.<br />3) Hindari penebaran ikan secara berlebihan melebihi kapasitas.<br />4) Sistem pemasukan air yang ideal adalah paralel, tiap kolam diberi satu<br />pintu pemasukan air.<br />5) Pemberian pakan cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya.<br />6) Penanganan saat panen atau pemindahan benih hendaknya dilakukan<br />secara hati-hati dan benar.<br />7) Binatang seperti burung, siput, ikan seribu (lebistus reticulatus peters)<br />sebagai pembawa penyakit jangan dibiarkan masuk ke areal perkolaman.<br /><br />PANEN<br />8.1. Pemanenan Benih<br />Sebelum dilakukan pemanenan benih ikan, terlebih dahulu dipersiapkan alatalat tangkap dan sarana perlengkapannya. Beberapa alat tangkap dan sarana<br />yang disiapkan diantaranya keramba, ember biasa, ember lebar, seser halus<br />sebagai alat tangkap benih, jaring atau hapa sebagai penyimpanan benih<br />sementara, saringan yang digunakan untuk mengeluarkan air dari kolam agar<br />benih ikan tidak terbawa arus, dan bak-bak penampungan yang berisi air bersih<br />untuk penyimpanan benih hasil panen.<br />Panen benih ikan dimulai pagi-pagi, yaitu antara jam 04.00–05.00 pagi dan<br />sebaiknya berakhir tidak lebih dari jam 09.00 pagi. Hal ini dimaksudkan untuk<br />menghindari terik matahari yang dapat mengganggu benih ikan kesehatan<br />tersebut. Pemanenan dilakukan mula-mula dengan menyurutkan air kolam<br />pendederan sekitar pkul 04.00 atau 05.00 pagi secara perlahan-lahan agar ikan<br />tidak stres akibat tekanan air yang berubah secara mendadak. Setelah air surut<br />benih mulai ditangkap dengan seser halus atau jaring dan ditampung dalam<br />ember atau keramba.<br />Benih dapat dipanen setelah dipelihara selama 21 hari. Panenan yang dapat<br />diperoleh dapat mencapai 70-80% dengan ukuran benih antara 8-12 cm.<br />8.2. Cara Perhitungan Benih<br />Untuk mengetahui benih ikan hasil panenan yang disimpan dalam bak<br />penyimpanan maka sebelum dijual, terlebih dahulu dihitung jumlahnya. Cara<br />menghitung benih umumnya dengan memakai takaran, yaitu dengan<br />menggunakan sendok untuk larva dan kebul, cawan untuk menghitung putihan,<br />dan dihitung per ekor untuk benih ukuran glondongan. Penghitungan benih<br />biasanya dengan cara:<br />a) Penghitungan dengan sendok.<br />b) Penghitungan dengan mangkok.<br />8.3. Pembersihan<br />Pada umumnya, dasar kolam pendederan sudah dirancang miring dan ada<br />saluran di tengah kolam, selain itu pada dasar kolam tersebut ada bagian yang<br />lebih dalam dengan ukuran 1-2 meter persegi sehingga ketika air menyurut,<br />maka benih ikan akan mengumpul di bagian kolam yang dalam tersebut. Benih<br />ikan lalu ditangkap sampai habis dan tidak ada yang ketinggalan dalam kolam.<br />Benih ikan tersebut semuanya disimpan dalam bak-bak penampungan yang<br />telah disiapkan.<br />8.4. Pemanenan Hasil Pembesaran<br />Untuk menangkap/memanen ikan hasil pembesaran umumnya dilakukan panen<br />total. Umur ikan mas yang dipanen berkisar antara 3-4 bulan dengan berat<br />berkisar antara 400-600 gram/ekor. Panen total dilakukan dengan cara<br />mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10-20 cm. Petak<br />pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 2 meter persegi di depan pintu<br />pengeluaran (monnik), sehingga memudahkan dalam penangkapan ikan.<br />Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dengan<br />menggunakan waring atau scoopnet yang halus. Lakukan pemanenan<br />secepatnya dan hati-hati untuk menghindari lukanya ikan.<br />PASCAPANEN<br />Penanganan pascapanen ikan mas dapat dilakukan dengan cara penanganan<br />ikan hidup maupun ikan segar.<br />1) Penanganan ikan hidup<br />Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam<br />keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke<br />konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:<br />a. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajatC.<br />b. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.<br />c. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.<br />2) Penanganan ikan segar<br />Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang<br />perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:<br />a. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.<br />b. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.<br />c. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak<br />dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan<br />daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan<br />seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi<br />kotak maksimum 50 cm.<br />d. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C.<br />Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan<br />jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian<br />ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es<br />lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian<br />juga antara ikan dengan penutup kotak.<br />3) Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah<br />sebagai berikut:<br />a. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan<br />tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong<br />plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).<br />b. Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama<br />dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan<br />air sumur yang telah diaerasi semalam.<br />c. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari.<br />Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan<br />dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1<br />m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan<br />dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan<br />ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan<br />dengan ukuran benihnya.<br />d. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi<br />menjadi dua bagian, yaitu:<br />- Sistem terbuka<br />Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak<br />memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba.<br />Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk<br />mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.<br />- Sistem tertutup<br />Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan<br />waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media<br />pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer<br />Na2(hpo)4.H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang<br />diangkut dengan kantong plastik: (1) masukkan air bersih ke dalam<br />kantong plastik kemudian benih; (3) hilangkan udara dengan menekan<br />kantong plastik ke permukaan air; (3) alirkan oksigen dari tabung<br />dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga<br />(air:oksigen=1:2); (4) kantong plastik lalu diikat. (5) kantong plastik<br />dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan.<br />Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m<br />dapat diisi 2 buah kantong plastik.TTG BUDIDAYA PERIKANAN<br />Hal. 14/ 16<br />Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi<br />Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340<br />Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id<br />Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat tujuan<br />adalah sebagai berikut:<br />- Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin<br />dalam 10 liter air bersih).<br />- Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam<br />setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong<br />plastik terjadi perlahan-lahan.<br />- Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan  tetrasiklin selama 1-<br />2 menit.<br />- Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan<br />benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan<br />dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut. Selain tetrsikli<br />dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak 20 ppm atau<br />formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.<br />- Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.<br />10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA<br />10.1.Analisis Usaha Budidaya<br />Analisis budidaya ikan mas koki dengan luas lahan 70 m2<br /> (kapasitas 1000 ekor)<br />selama 7 bulan pada tahun 1999 di daerah Jawa Barat.<br />1) Biaya produksi<br />a. Sewa dan pembuatan kolam Rp.   1.500.000,-<br />b. Benih ikan 1.000 ekor, @ Rp.100,- Rp.      100.000,-<br />c. Pakan<br />- Cacing rambut 150 kg @ Rp. 1.500,- Rp.      225.000,-<br />- Pelet udang 10 kg @ Rp. 9.500,- Rp.        95.000,-<br />- Tepung jagung 50 kg @ Rp. 1.500,- Rp.        75.000,-<br />- Ganti air  7 bulan x 4 x2 @ Rp. 5.000,- Rp.      140.000,-<br />- Tenaga kerja 28 minggu @ Rp.10.000,- Rp.      280.000,-<br />- Obat-oabatan Rp.        10.000,-<br />d. Peralatan Rp.        50.000,-<br />e. Lain-lain Rp.      150.000,-<br />Jumlah biaya produksi Rp.   2.625.000,-<br />2) Pendapatan<br />a. Panen I (2 bulan) 400 ekor @ Rp.1.000,- Rp.      400.000,-<br />b. Panen II (4 bulan) 250 ekor @ Rp. 3.000,- Rp.      750.000,-<br />c. Panen III ( 2 bulan) 250 ekor @ Rp. 10.000,- Rp.   2.500.000,-<br />Jumlah pendapatan Rp.   3.650.000,-<br />3) Keuntungan dalam 7 bulan Rp.   1.025.000,-<br />a. Keuntungan per bulan Rp.     146.425,-<br />4) Parameter kelayakan usaha<br />B/C ratio 1,39<br />10.2.Gambaran Peluang Agribisnis<br />Dengan adanya luas perairan umum di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa,<br />danau alam dan buatan seluas hampir mendekati 13 juta ha merupakan potensi<br />alam yang sangat baik bagi pengembangan usaha perikanan di Indonesia.<br />Disamping itu banyak potensi pendukung lainnya yang dilaksanakan oleh<br />pemerintah dan swasta dalam hal permodalan, program penelitian dalam hal<br />pembenihan, penanganan penyakit dan hama dan penanganan pasca panen,<br />penanganan budidaya serta adanya kemudahan dalam hal periizinan import.<br />Walaupun permintaan di tingkal pasaran lokal akan ikan mas dan ikan air tawar<br />lainnya selalu mengalami pasang surut, namun dilihat dari jumlah hasil<br />penjualan secara rata-rata selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.<br />Apabila pasaran lokal ikan mas mengalami kelesuan, maka akan sangat<br />berpengaruh terhadap harga jual baik di tingkat petani maupun di tingkat grosir<br />di pasar ikan. Selain itu penjualan benih ikan mas boleh dikatakan hampir tak<br />ada masalah, prospeknya cukup baik. Selain adanya potensi pendukung dan<br />faktor permintaan komoditi perikanan untuk pasaran lokal, maka sektor<br />perikanan merupakan salah satu peluang usaha bisnis yang cerah.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />1) DAMANA, Rahman. 1990.  Pembenihan Ikan Mas Secara Intensif dalam<br />Sinar Tani. 2 ,Juni 1990 hal. 2<br />2) GUNAWAN.  Mengenal Cara Pemijahan Ikan Mas  dalam Sinar Tani. 27<br />Agustus 1988 hal. 5<br />3) RUKMANA, Rahmat. 1991. Budidaya Ikan Mas, Untungnya Bagai Menabung<br />Emas dalam Sinar Tani. 13 Februari 1991 hal.  5<br />4) RUKMANA, Rahmat. 1992.  Prospek Usaha Ikan Mas Menggiurkan Dan<br />Menguntungkan dalam Suara Karya. 18 Februari 1992 hal. 7<br />5) SANTOSO, Budi. 1993. Petunjuk praktis : Budidaya ikan mas. Yogyakarta :<br />Kanisius.<br />6) SUMANTADINATA, Komar. 1981.  Pengembangbiakan ikan-ikan peliharaan<br />di Indonesia. Jakarta : Sastra Hudaya.<br />7) SUSENO, Djoko. 1999.  Pengelolaan usaha pembenihan ikan mas, cet. :7.<br />Jakarta : Penebar Swadaya.<br />12. KONTAK HUBUNGAN<br />Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;<br />Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829<br />Jakarta, Maret 2000<br />Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas<br />Editor : Kemal Prihatman

Cara Budidaya dan Analisa Usaha Ikan Mas

Ikan mas merupakan jenis  ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang pipih kesamping dan lunak. Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 s...

Read more »

Cara Budidaya Tiram

Tiram tersebar luas, beberapa jenis diantaranya telah berhasil dibudidayakan.<br />Mereka terdiri dari marga Ostrea yang berbentuk ceper dan marga Crassostrea<br />yang berbentuk seperti piala.<br />Di Malaysia sedikitnya ada dua jenis dari marga Crassostrea yaitu C. cucullatus<br />dan C. rivalaris.<br /><br />CARA PEMBUDIDAYAAN<br />Dalam budidaya tiram terdapat dua kegiatan utama, yaitu:<br />1) Pengumpulan spat<br />2) Pembesaran<br />1) Pengumpulan spat<br />Sampai sekarang spat tiram masih diperoleh dari alam.  Di Amerika Serikat<br />dan di Inggris sedang diadakan percobaan pemijahan tiram secara buatan di<br />Balai Pembenihan.  Sarana yang digunakan untuk mengumpulkan spat tiram<br />dari alat yang disebut kolektor.<br />a. Pemilihan lokasi<br />Lokasi untuk menempatkan kolektor tentu saja harus di ladang-ladang<br />induk tiram, utamanya pada waktu induk-induk tiram itu sedang atau<br />sehabis berpijah.  Dicari lokasi yang terlindung agar kolektor-kolektornya<br />tidak rusak atau hanyut karena amukan angin atau gelombang.<br />Kedalaman pemasangan kolektor yang dapat ditempeli spat tiram sangat<br />bervariasi, mulai dari kolektor yang paling ideal adalah diperoleh dari<br />pengalaman.<br />b. Waktu pemasangan<br />Metoda pengumpulan apapun yang digunakan dalam budidaya tiram<br />sangat tergantung pada ketepatan waktu pemasangan kolektor.  Saat<br />yang paling baik pemasangan kolektor sangat bervariasi,  diantaranya<br />tergantung pada jenis, lokasi dan fluktuasi tahunan dari suhu, kadar<br />garam, pasang surut dan lain sebagainya.<br />Di Malaysia, tiram berpijah sepanjang tahun dengan puncak pada awal<br />musim hujan.  Jumlah spat yang paling banyak diperoleh 2 ~ 3 minggu<br />setelah datangnya turun hujan yang tiba-tiba dan lebat, dan berakhir<br />beberapa hari kemudian.  Sebaiknya pemasangan kolektor dilakukan<br />pada musim  spat, agar tidak didahului menempelnya teritip, lumpur atau<br />kotoran lainnya.<br />Salah satu cara untuk mengetahui musim spat adalah dengan jalan<br />pengambilan contoh air dengan jaring plankton.  Burayak tiram yang<br />berukuran panjang 0,25 ~ 0,50 mm dapat dikenali pada umbonya yang<br />miring (Gambar 1).<br />Gambar 1.  Burayak Tiram Berukuran 0,25-0,50 mm.<br />Cara lainnya dapat juga dilakukan dengan jalan memeriksa induk-induk<br />tiram yang sedang hamil selama beberapa hari.  Jika sebagian besar dari<br />mereka sudah kempis perutnya, maka berarti mereka sudah memijah dan<br />kolektor-kolektor bisa segera dipasangkan.  Tetapi cara yang terakhir ini<br />masih diragukan kecermatannya, karena kerapkali para burayak mati atau<br />hanyut beberapa hari setelah pemijahan.<br />c. Metoda pengumpulan spat<br />Satu hal yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis kolektor adalah<br />bahwa kolektor tersebut dapat ditempeli spat sebanyak-banyaknya, murah<br />dan mudah penanganannya.  Berikut ini diutarakan beberapa metoda<br />pengumpulan spat.<br />- Kolektor tancap<br />Salah satu cara pengumpulan spat yang paling bersahaja adalah<br />dengan jalan menancapkan bambu-bambu atau kayu-kayu (misalnya<br />kayu bakau atau nibung) di ladang tiram.  Kolektor disusun sekerap<br />mungkin dan diatur berbanjar yang jarak antara banjarnya dapat dilalui<br />oleh perahu.<br />- Metoda rak<br />Sebagai kolektornya digunakan genteng atau asbes bergelombang<br />atau bilah kayu yang diter.  Kolektor disisip-sisipkan pada rak.<br />Gambar 2.  Kolektor Asbes Bergelombang dengan Metoda Rak<br />-. Kolektor gantung<br />Kolektor digantung pada rakit atau pada palang cagak silang.<br />* Metoda rakit<br />Rakit terbuat dari batang-batang bambu atau kayu dengan tong<br />plastik atau drum sebagai penyangganya.<br />Gambar 3.  Rakit untuk Penggantungan Kolektor-kolektor<br />* Metoda palang cagak-silang<br />Bahan cagak terbuat dari dua batang bambu atau kayu yang<br />ditancapkan di dasar laut secara silang, kemudian dipasang palang<br />bambu atau kayu di antara kedua cagak-silang tersebut.<br />Gambar 4.  Palang Cagak Silang untuk Penggantungan Kolektor-kolektor<br />Kolektor-kolektor bisa terbuat dari genting, asbes, bilah-bilah bambu<br />atau kayu, atau wadah telur ayam/itik bekas.<br />Untuk memudahkan menempelnya spat, maka sebaiknya kolektorkolektor dilapisi adonan kapur-pasir-semen.  Dengan dilapisi adonan ini<br />utamanya kolektor yang terbuat dari wadah telur yang lembek dan<br />mudah hancur terendam air itu akan menjadi lebih kuat.  Perbandingan<br />adonan adalah dua bagian pasir halus (ditapis dengan ayakan tembaga<br />nomor 16 bermata 1,003 mm), dua bagian semen dan satu bagian<br />kapur.  Adonan diberi air secukupnya sampai kental seperti sup,<br />kemudian kolektor-kolektor dicelupkan ke dalamnya lalu dianginkan<br />sampai kering.<br />Pemasangan kolektor dari wadah telur diatur sebagai berikut :<br />beberapa lapis wadah telur dibungkus dalam jaring kemudian<br />digantungkan pada rakit atau pada palang cagak-silang dengan<br />kedalaman yang berbeda-beda untuk tidak berhimpitan dan dapat<br />ditempeli spat pada lapisan air yang berlainan.<br />Gambar  5.  Kolektor dari Wadah Telur yang Dibungkus dalam Jaring<br />Bilah-bilah bambu atau kayu, lembaran asbes atau genting di buat<br />empat persegi dengan ukuran tertentu, kemudian diikat beruntun<br />dengan tali sisal, injuk, nylon atau dengan jenis tali lainnya.<br />Gambar 6.  Kolektor Gantung yang Diikat dengan Tali<br />2) Pembesaran<br />Setelah spat-spat mencapai ukuran 20 mm atau lebih, mereka dilepas dari<br />kolektor, kemudian dipindahkan ke lokasi lain untuk dibesarkan.  Di bawah ini<br />diutarakan beberapa metoda pembesaran.<br />a. Metoda cagak<br />Pada lazimnya metoda cagak ini digunakan di perairan yang dangkal.<br />Cagak yang terbuat dari batang-batang bambu atau kayu ditancaptancapkan di dasar laut.  Spat-spat tiram melekat pada cagak-cagak<br />tersebut.  Tiram-tiram yang sudah matang telur berangsur-angsur<br />dipindahkan untuk mencegah terlampau berdesakkan.<br />b. Metoda dulang<br />Dulang terbuat dari kawat ram tahan karat bermata 12,7 mm.  Sebagai<br />kerangkanya terbuat dari kayu.  Metoda dulang ini biasanya digunakan di<br />perairan yang dangkal dengan dasar pasir (Gambar 7).<br />Gambar 7.  Metoda Dulang<br />c. Metoda rakit<br />Pada umumnya metoda rakit ini digunakan di perairan dengan kedalaman<br />5 meter ke atas pada waktu air surut.  Lokasi perairan untuk metoda rakit<br />ini harus terlindung dari amukan angin dan gelombang.  Spat-spat tiram<br />dimasukkan dalam sangkar jaring atau dulang plastik, kemudian<br />digantungkan pada rakit.  Bentuk rakit sama dengan bentuk rakit untuk<br />pengumpulan spat.<br />3. HAMA<br />Beberapa musuh tiram diantaranya terdiri dari bintang laut, siput, beberapa<br />jenis cacing, kerang hijau, teritip dan lain sebagainya.<br />1) Bintang Laut<br />Bintang laut dapat dikendalikan dengan jalan membuang atau menubanya.<br />Bintang-bintang laut dibuang dengan tongkat berujung runcing pada waktu<br />air sedang surut.  Pada ladang budidaya yang dalam, bintang-bintang laut<br />dibuang dengan mengunakan sapu lawe.  Sesuai dengan namanya, sapu<br />bintang laut ini terbuat dari lawe yang diikatkan secara berderet pada<br />sebatang kawat sepanjang 2 kaki (± 60 cm).  Sapu ditarik secara perlahan di<br />dasar laut, kemudian bintang-bintang lautnya yang tersapu dinaikkan ke atas<br />(selang 10 menit) untuk dibuang atau dibunuh.<br />Gambar 8.  Sapu Bintang Laut<br />Bintang laut dapat dibunuh dalam air panas atau dalam larutan garam pekat.<br />Bila bintang lautnya banyak dapat dimusnahkan dengan jalan menebarkan<br />kapur sebanyak ± 227 kg/are di dasar laut.<br />2) Siput Pengebor<br />Beberapa jenis siput, seperti jenis Thais sp dapat mengebor cangkangcangkang tiram sehingga tiram-tiramnya mati.  Cara yang paling sederhana<br />untuk mencegah ganguan jenis siput ini adalah dengan jalan memilih ladang<br />budidaya yang bebas dari mereka.<br />Gambar 9.  Siput Pengebor Jenis thais sp.<br />3) Cacing Lepuh<br />Cacing lepuh lumpur jenis Polydora sp.  yang hidup pada bagian dalam<br />cangkang tiram dapat mengakibatkan lepuh-lepuh berwarna hitam pada<br />permukaan bagian dalam cangkang tiram.  Cacing lepuh dapat dimusnahkan<br />dengan jalan merendam tiram-tiramnya dalam larutan garam pekat.<br />4) Kerang Hijau<br />Kerang hijau (Perna viridis) merupakan saingan utama bagi tiram dalam hal<br />makanan dan tempat hidup.  Karena ulah kerang hijau, mutu tiram menjadi<br />rendah dan bahkan membunuhnya.  Oleh karena itu sebelum<br />pembudidayaan tiram dilakukan terlebih dahulu memusnahkan kerangkerang hijaunya.<br />5) Teritip<br />Teritip (Balanus sp.) sering mengotori cangkang tiram bagian luar.<br />Sebagaimana halnya dengan kerang hijau, teritipun merupakan saingan<br />berat bagi tiram dalam hal makanan dan tempat hidup, serta sangat<br />mengurangi produktivitas spat-spat tiram yang dapat melekat pada kolektor<br />karena sudah didahului oleh teritip.<br />Pengotoran kolektor tiram oleh teritip dapat ditanggulangi sampai pada<br />tingkat tertentu dengan jalan pengamatan burayak tiram dalam contohcontoh plankton untuk mengetahui musim puncak spatnya.  Jika<br />pemasangan kolektor terlalu dini, maka dengan cepat sekali kolektor tersebut<br />dipenuhi oleh teritip.  Bilamana memungkinkan sebaiknya memilih lokasi<br />budidaya tiram di daerah perairan yang populasi teritipnya tidak begitu padat.<br />6) Cacing Tabung<br />Jenis cacing ini (pomatoceros sp.) berbentuk tabung berkapur putih dan<br />hidup melekat pada cangkang tiram bagian luar, sehingga selain cangkang<br />tiramnya kotor, juga bersaing dalam perolehan makanan.<br />4. PANEN<br />Tiram sudah dapat dipanen setelah mencapai ukuran 100 mm.  Untuk<br />mencapai ukuran ini diperlukan waktu pemeliharaan selfma 12 ~ 18 bulan<br />semenjak masa pengumpulan spat.  Atau apabila jeroan dagingnya sudah<br />berwarna putih susu yang mengandung glikogen.<br />Jika tiram-tiram itu untuk disimpan agak lama sebainya disejukkan pada suhu<br />10 derajat C atau 340 derajat F.<br />5. KESEHATAN MASYARAKAT<br />Salah satu masalah pada tiram ini adalah bahwa binatang ini mudah<br />terkontaminasi oleh bakteri, karena ternyata tiram tahan terhadap pencemaran<br />yang mengandung bakteri patogenis yang berasal dari buangan industri<br />maupun dari buangan rumah tangga.  Oleh karena itu, sebaiknya usaha<br />budidaya tiram dilakukan di perairan yang masih belum tercemar.<br />Bakteri yang terdapat dalam tiram dapat dibasmi dengan jalan merebusnya<br />selama 2 ~ 3 menit.  Jika tiram-tiram yang sudah terkena polusi hendak<br />dipasarkan hidup-hidup, bakterinya dapat dilenyapkan dengan cara merendam<br />tiram-tiramnya dalam air bersih bebas hama selama 2 ~ 4 hari.  Tiram-tiram<br />dapat juga disuci hamakan dalam air bebas bakteri yang telah diperlakukan<br />dengan sinar ultra violet, khlorin atau ozon.<br />6. DAFTAR PUSTAKA<br />1) Galtsoff, P.S. (1964).  The American Oyster.  Fish.  Bull.  Fish Wildl.  Serv.,<br />64. 480pp.<br />2) Medoof, J.C. (1961). Oyster Farming in the Maritimes. Fish. Res. Bd. Can.<br />Bull. No. 131.<br />3) Okada, H. (1963).  Report on Oyster Culture Experiments in Malaysia (1960-<br />1963).  Published by Bahagian Perikanan, Kementrian Pertanian dan<br />Pembangunan Luar Bandar.<br />7. SUMBER<br />Budidaya Tiram, Judul asli: Oyster Culture, oleh P.S. Choo, Fisheries Research<br />Institute Glugor, Penang, Malaysia. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia<br />oleh Drs. T. Asikin - Direktorat Jenderal Perikanan bekerjasama dengan<br />International Development Research Centre, 1985.<br />8. KONTAK HUBUNGAN<br />Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.<br />Jakarta, Maret 2001<br />Disadur oleh : Tarwiyah<br />KEMBALI KE MEN

Cara Budidaya Tiram

Tiram tersebar luas, beberapa jenis diantaranya telah berhasil dibudidayakan. Mereka terdiri dari marga Ostrea yang berbentuk ceper dan marg...

Read more »

Membudidayakan Udang Windu

Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13<br />(5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar<br />yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran<br />sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri<br />dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat<br />pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga<br />Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok<br />udang  palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa<br />disebut udang penaeid oleh para ahli.<br /><br />Udang adalah salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang<br />bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas.<br />Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun.<br />Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen<br />udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan.<br /><br />SENTRA PERIKANAN<br />Daerah penyebaran benih udang windu antara lain: Sulawesi Selatan<br />(Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan<br />Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh,<br />Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain.<br />3. JENIS<br />Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:<br />Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)<br />Sub-klas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi)<br />Superordo : Eucarida<br />Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)<br />Sub-ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)<br />Famili : Palaemonidae, Penaeidae<br /><br />MANFAAT<br />!) Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu<br />21%, dan rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%.<br />Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 60 SI/100;<br />dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah<br />zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram<br />bahan.<br />2) Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng,<br />terasi, krupuk, dll.<br />3) Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala)<br />dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.<br />4) Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang,<br />sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.<br />5) Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju<br />sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi,<br />tekstil, kertas, pangan, dll.<br />6) Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam<br />industri kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna<br />dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.<br /><br />P E R S Y  AR  A T  AN   L O  K  AS I<br />1) Lokasi yang cocok untuk tambak udang adalah pada daerah sepanjang<br />pantai (beberapa meter dari permukaan air laut) dengan suhu rata-rata 26-28<br />derajat C.<br />2) Tanah yang ideal untuk tambak udang adalah yang bertekstur liat atau liat<br />berpasir, karena dapat menahan air. Tanah dengan tekstur ini mudah<br />dipadatkan dan tidak pecah-pecah.<br />3) Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir,<br />dengan kandungan pasir tidak lebih dari 20%. Tanah tidak boleh porous<br />(ngrokos).<br />4) Jenis perairan yang dikehendaki oleh udang adalah air payau atau air tawar<br />tergantung jenis udang yang dipelihara. Daerah yang paling cocok untuk<br />pertambakan adalah daerah pasang surut dengan fluktuasi pasang surut 2-3<br />meter.<br />5) Parameter fisik: suhu/temperatur=26-30 derajat C; kadar garam/salinitas=0-<br />35 permil dan optimal=10-30 permil; kecerahan air=25-30 cm (diukur dengan<br />secchi disk)<br />6) Parameter kimia: pH=7,5-8,5; DO=4-8 mg/liter; Amonia (NH3) < 0,1 mg/liter;<br />H2S< 0,1 mg/liter; Nitrat (NO3-)=200 mg/liter; Nitrit (NO3-)=0,5 mg/liter;<br />Mercuri (Hg)=0-0,002 mg/liter; Tembaga (Cu)=0-0,02 mg/liter; Seng (Zn)=0-<br />0,02 mg/liter; Krom Heksavalen (Cr)=0-0,05 mg/liter; Kadmiun (Cd)=0-0,01<br />mg/liter; Timbal (Pb)=0-0,03 mg/liter; Arsen (Ar)=0-1 mg/liter; Selenium<br />(Se)=0-0,05 mg/liter; Sianida (CN)=0-0,02 mg/liter; Sulfida (S)=0-0,002<br />mg/liter; Flourida (F)=0-1,5 mg/liter; dan Klorin bebas (Cl2)=0-0,003 mg/liter<br /><br />PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA<br />6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan<br />Syarat konstruksi tambak:<br />1) Tahan terhadap damparan ombak besar, angin kencang dan banjir. Jarak<br />minimum pertambakan dari pantai adalah 50 meter atau minimum 50 meter<br />dari bantara sungai.<br />2) Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan udang<br />sehingga dapat tumbuh normal sejak ditebarkan sampai dipanen.<br />2) Tanggul harus padat dan kuat tidak bocor atau merembes serta tahan<br />terhadap erosi air.<br />3) Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga<br />menghemat tenaga.<br />4) Sesuai dengan daya dukung lahan yang tersedia.<br />5) Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya.<br />6) Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan air.<br />Teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga sistem yang disesuaikan dengan<br />letak, biaya, dan operasi pelaksanaannya, yaitu tambak ekstensif, semi intensif,<br />dan intensif.<br />1) Tambak Ekstensif atau Tradisional<br />a. Dibangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa<br />bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan.<br />b. Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak teratur.<br />c. Luasnya antara 3-10 ha per petak.<br />d. Setiap petak mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di<br />sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga dibuat<br />caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren 30-50 cm lebih<br />dalam dari bagian sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian pelataran<br />hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja.<br />e. Di tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk<br />mengipur nener yang baru datang selama 1 bulan.<br />f. Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong dan<br />tipe taman yang dikembangkan di Sidoarjo, Jawa Timur.<br />g. Pada tambak ini tidak ada pemupukan.<br />2) Tambak Semi Intensif<br />a. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3<br />ha/petakan.<br />b. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran<br />(outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam<br />sebelum ditebari benih, dan pemanenan.<br />c. Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa)<br />inlet ke arah pintu (pipa)  outlet. Dasar caren miring ke arah  outlet untuk<br />memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang pada waktu<br />panen.<br />d. Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari pelataran.<br />e. Kedalaman air di pelataran hanya 40-50 cm.<br />f. Ada juga petani tambak yang membuat caren di sekeliling pelataran.<br />3) Tambak Intensif<br />a. Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan<br />pengawasannya lebih mudah.<br />b. Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari<br />tanah seperti biasa. Atau dinding dari tembok, sedangkan dasar masih<br />tanah.<br />c. Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah<br />dan pintu panen model monik di pematang saluran buangan. Bentuk dan<br />konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur sangkar.<br />d. Lantai dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul<br />biasanya dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur dalam bak<br />pencampur sebelum masuk dalam tambak.<br />e. Pipa pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin,  dipasang<br />mati di sudut petak.<br />f. Diberi aerasi untuk menambah kadar O2 dalam air.<br />g. Penggantian air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan<br />pompa.<br />Adapun prasarana yang diperlukan dalam budidaya udang tambak meliputi:<br />1) Petakan Tambak<br />a. Sebaiknya dibuat dalam bentuk unit. Setiap satu unit tambak<br />pengairannya berasal dari satu pintu besar, yaitu pintu air utama atau<br />laban. Satu unit tambak terdiri dari tiga macam petakan: petak<br />pendederan, petak glondongan (buyaran) dan petak pembesaran dengan<br />perbandingan luas 1:9:90.<br />b. Selain itu, juga ada petakan pembagi air, yang merupakan bagian yang<br />terdalam. Dari petak pembagi, masing-masing petakan menerima bagian<br />air untuk pengisiannya. Setiap petakan harus mempunyai pintu air sendiri,<br />yang dinamakan pintu petakan, pintu sekunder, atau tokoan. Petakan<br />yang berbentuk seperti saluran disebut juga saluran pembagi air.<br />c. Setiap petakan terdiri dari caren dan pelataran.<br />2) Pematang/Tanggul<br />a. Ada dua macam pematang, yaitu pematang utama dan pematang antara.<br />b. Pematang utama merupakan pematang keliling unit, yang melindungi unit<br />yang bersangkutan dari pengaruh luar. Tingginya 0,5 m di atas<br />permukaan air pasang tertinggi. Lebar bagian atasnya sekitar 2 m. Sisi<br />luar dibuat miring dengan kemiringan 1:1,5. Sedangkan untuk sisi<br />pematang bagian dalam kemiringannya 1:1.<br />c. Pematang antara merupakan pematang yang membatasi petakan yang<br />satu dengan yang lain dalam satu unit.<br />d. Ukurannya tergantung keadaan setempat, misalnya: tinggi 1-2 m, lebar<br />bagian atas 0,5-1,5. Sisi-sisinya dibuat miring dengan kemiringan 1:1.<br />Pematang dibuat dengan menggali saluran keliling yang jaraknya dari<br />pematang 1 m. Jarak tersebut biasa disebut berm.<br />3) Saluran dan Pintu Air<br />a. Saluran air harus cukup lebar dan dalam, tergantung keadaan setempat,<br />lebarnya berkisar antara 3-10 m dan dalamnya kalau memungkinkan<br />sejajar dengan permukaan air surut terrendah. Sepanjang tepiannya<br />ditanami pohon bakau sebagai pelindung.<br />b. Ada dua macam pintu air, yaitu pintu air utama (laban) dan pintu air<br />sekunder (tokoan/pintu air petakan).<br />c. Pintu air berfungsi sebagai saluran keluar masuknya air dari dan ke dalam<br />tambak yang termasuk dalam satu unit.<br />d. Lebar mulut pintu utama antara 0,8-1,2 m, tinggi dan panjang disesuaikan<br />dengan tinggi dan lebar pematang. Dasarnya lebih rendah dari dasar<br />saluran keliling,serta sejajar dengan dasar saluran pemasukan air.<br />e. Bahan pembuatannya antara lain: pasangan semen, atau bahan kayu<br />(kayu besi, kayu jati, kayu kelapa, kayu siwalan, dll)<br />f. Setiap pintu dilengkapi dengan dua deretan papan penutup dan di<br />antaranya diisi tanah yang disebut lemahan.<br />g. Pintu air dilengkapi dengan saringan, yaitu saringan luar yang menghadap<br />ke saluran air dan saringan dalam yang menghadap ke petakan tambak.<br />Saringan terbuat dari kere bambu, dan untuk saringan dalam dilapisi<br />plastik atau ijuk.<br />4) Pelindung:<br />a. Sebagai bahan pelindung pada pemeliharaan udang di tambak, dapat<br />dipasang rumpon yang terbuat dari ranting kayu atau dari daun-daun<br />kelapa kering. Pohon peneduh di sepanjang pematang juga dapat<br />digunakan sebagai pelindung.<br />b. Rumpon dipasang dengan jarak 6-15 m di tambak. Rumpon berfungsi<br />juga untuk mencegah hanyutnya kelekap atau lumut, sehingga menumpuk<br />pada salah satu sudut karena tiupan angin.<br />5) Pemasangan kincir:<br />a. Kincir biasanya dipasang setelah pemeliharaan 1,5-2 bulan, karena udang<br />sudah cukup kuat terhadap pengadukan air.<br />b. Kincir dipasang 3-4 unit/ha. Daya kelarutan O2 ke dalam air dengan<br />pemutaran kincir itu mencapai 75-90%.<br />6.2. Pembibitan<br />1) Menyiapkan Benih (Benur)<br />Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau<br />dari alam.<br />Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur) menurut<br />ukurannya, yaitu :<br />a. Benih yang masih halus, yang disebut post larva.<br />Terdapat di tepi-tepi pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang<br />dekat permukaan air. Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm.<br />Cucuk kepala lurus atau sedikit melengkung seperti huruf S dengan<br />bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya membentang seperti kipas.<br />b. Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil.<br />Biasanya telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat<br />benthis, yaitu suka berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel<br />pada benda yang terendam air. Sungutnya berbelang-belang selangseling coklat dan putih atau putih dan hijau kebiruan. Badannya berwarna<br />biru kehijauan atau kecoklatan sampai kehitaman. Pangkal kaki renang<br />berbelang-belang kuning biru.<br />Cara Penangkapan Benur:<br />a. Benih yang halus ditangkap dengan menggunakan alat belabar dan seser.<br />- Belabar adalah rangkaian memanjang dari ikatan-ikatan daun pisang<br />kering, rumput-rumputan, merang, atau pun bahan-bahan lainnya.<br />- Kegiatan penangkapan dilakukan apabila air pasang.<br />- Belabar dipasang tegak lurus pantai, dikaitkan pada dua buah patok,<br />sehingga terayun-ayun di permukaan air pasang.<br />- Atau hanya diikatkan pada patok di salah satu ujungnya, sedang ujung<br />yang lain ditarik oleh si penyeser sambil dilingkarkan mendekati ujung<br />yang terikat. Setelah lingkaran cukup kecil, penyeseran dilakukan di<br />sekitar belabar.<br />b. Benih kasar ditangkapi dengan alat seser pula dengan cara langsung<br />diseser atau dengan alat bantu rumpon-rumpon yang dibuat dari ranting<br />pohon yang ditancapkan ke dasar perairan. Penyeseran dilakukan di<br />sekitar rumpon.<br />Pembenihan secara alami dilakukan dengan cara mengalirkan air laut ke<br />dalam tambak. Biasanya dilakukan oleh petambak tradisional.<br />Benih udang/benur yang didapat dari pembibitan haruslah benur yang<br />bermutu baik. Adapun sifat dan ciri benur yang bermutu baik yang didapat<br />dari tempat pembibitan adalah:<br />a. Umur dan ukuran benur harus seragam.<br />b. Bila dikejutkan benur sehat akan melentik.<br />c. Benur berwarna tidak pucat.<br />d. Badan benur tidak bengkok dan tidak cacat.<br />2) Perlakuan dan Perawatan Benih<br />a. Cara pemeliharaan dengan sistem kolam terpisah<br />Pemeliharaan larva yang baik adalah dengan sistem kolam terpisah, yaitu<br />kolam diatomae, kolam induk, dan kolam larva dipisahkan.<br />- Kolam Diatomae<br />Diatomae untuk makanan larva udang yang merupakan hasil<br />pemupukan adalah spesies  Chaetoceros,  Skeletonema dan<br />Tetraselmis di dalam kolam volume 1000-2000 liter.<br />Spesies diatomae yang agak besar diberikan kepada larva periode<br />mysis, walaupun lebih menyukai zooplankton.<br />- Kolam Induk<br />Kolam yang berukuran 500 liter ini berisi induk udang yang<br />mengandung telur yang diperoleh dari laut/nelayan. Telur biasanya<br />keluar pada malam hari. Telur yang sudah dibuahi dan sudah menetas<br />menjadi nauplius, dipindahkan.<br />- Kolam Larva<br />Kolam larva berukuran 2.000-80.000 liter. Artemia/zooplankton diambil<br />dari kolam diatomae dan diberikan kepada larva udang mysis dan post<br />larva (PL5-PL6).<br />Artemia kering dan udang kering diberikan kepada larva periode zoa<br />sampai (PL6). Larva periode PL5-PL6 dipindah ke petak buyaran<br />dengan kepadatan 32-1000 ekor/m<br />2<br />, yang setiap kalidiberi makan<br />artemia atau makanan buatan, kemudian PL20-PL30 benur dapat dijual<br />atau ditebar ke dalam tambak.<br />b. Cara Pengipukan/pendederan benur di petak pengipukan<br />- Petak pendederan benur merupakan sebagian dari petak pembesaran<br />udang (± 10% dari luas petak pembesaran) yang terletak di salah satu<br />sudutnya dengan kedalaman 30-50 cm, suhu 26-31derajat C dan kadar<br />garam 5-25 permil.<br />- Petak terbuat dari daun kelapa atau daun nipah, agar benur yang masih<br />lemah terlindung dari terik matahari atau hujan.<br />- Benih yang baru datang, diaklitimasikan dulu. Benih dimasukkan dalam<br />bak plastik atau bak kayu yang diisi air yang kadar garam dan suhunya<br />hampir sama dengan keadaan selama pengangkutan. Kemudian<br />secara berangsur-angsur air tersebut dikeluarkan dan diganti dengan<br />air dari petak pendederan.<br />- Kepadatan pada petak Ini 1000-3000 ekor. Pakan yang diberikan<br />berupa campuran telur ayam rebus dan daging udang atau ikan yang<br />dihaluskan.<br />- Pakan tambahan berupa pellet udang yang dihaluskan. Pemberian<br />pelet dilakukan sebanyak 10-20 % kali jumlah berat benih udang per<br />hari dan diberikan pada sore hari. Berat benih halus ± 0,003 gram dan<br />berat benih kasar ± 0,5-0,8 g.<br />- Pellet dapat terbuat dari tepung rebon 40%, dedak halus 20 %, bungkil<br />kelapa 20 %, dan tepung kanji 20%.<br />- Pakan yang diperlukan: secangkir pakan untuk petak pengipukan<br />/pendederan seluas 100 m2<br /> atau untuk 100.000 ekor benur dan<br />diberikan 3-4 kali sehari.<br />c. Cara Pengipukan di dalam Hapa<br />- Hapa adalah kotak yang dibuat dari jaring nilon dengan mata jaring 3-5<br />mm agar benur tidak dapat lolos.<br />- Hapa dipasang terendam dan tidak menyentuh dasar tambak di dalam<br />petak-petak tambak yang pergantian airnya mudah dilakukan, dengan<br />cara mengikatnya pada tiang-tiang yang ditancamkan di dasar petak<br />tambak itu. Beberapa buah hapa dapat dipasang berderet-deret pada<br />suatu petak tambak.<br />- Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kehendak, misalnya panjang 4-<br />6 m, lebar 1-1,5 m, tinggi 0,5-1 m.<br />- Kepadatan benur di dalam hapa 500-1000 ekor/m2<br />- Pakan benur dapat berupa kelekap atau lumut-lumut dari petakan<br />tambak di sekitarnya. Dapat juga diberi pakan buatan berupa pelet<br />udang yang dihancurkan dulu menjadi serbuk.<br />- Lama pemeliharaan benur dalam ipukan 2-4 minggu, sampai<br />panjangnya 3-5 cm dengan persentase hidup 70-90%.<br />- Jaring sebagai dinding hapa harus dibersihkan seminggu sekali.<br />- Hapa sangat berguna bagi petani tambak, yaitu untuk tempat aklitimasi<br />benur, atau sewaktu-waktu dipergunakan menampung ikan atau udang<br />yang dikehendaki agar tetap hidup.<br />d. Cara pengangkutan:<br />Pengangkutan menggunakan kantong plastik:<br />- Kantong plastik yang berukuran panjang 40 cm, lebar 35 cm, dan tebal<br />0,008 mm, diisi air 1/3 bagian dan diisi benih 1000 ekor.<br />- Kantong plastik diberi zat asam sampai menggelembung dan diikat<br />dengan tali.<br />- Kantong plastik tersebut dimasukkan dalam kotak kardus yang diberi<br />styrofore foam sebagai penahan panas dan kantong plastik kecil yang<br />berisi pecahan-pecahan es kecil yang jumlahnya 10% dari berat airnya.<br />- Benih dapat diangkut pada suhu 27-30 derajat C selama 10 jam<br />perjalanan dengan angka kematian 10-20%.<br />Pengangkutan dengan menggunakan jerigen plastik:<br />- Jerigen yang digunakan yang berukuran 20 liter.<br />- Jerigen diisi air setengah bagiannya dan sebagian lagi diisi zat asam<br />bertekanan lebih.<br />- Jumlah benih yang dapat diangkut antara 500-700 ekor/liter. Selama 6-<br />8 jam perjalanan, angka kematiannya sekitar 6%.<br />- Dalam perjalanan jerigen harus ditidurkan, agar permukaannya menjadi<br />luas, sehingga benurnya tidak bertumpuk.<br />- Untuk menurunkan suhunya bisa menggunakan es batu.<br />e. Waktu Penebaran Benur<br />Sebaiknya benur ditebar di tambak pada waktu yang teduh.<br />6.3. Pemeliharaan Pembesaran<br />1) Pemupukan<br />Pemupukan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan makanan alami, yaitu:<br />kelekap, lumut, plankton, dan bentos. Cara pemupukan:<br />a. Untuk pertumbuhan kelekap<br />- Tanah yang sudah rata dan dikeringkan ditaburi dengan dedak kasar<br />sebanyak 500 kg/ha.<br />- Kemudian ditaburi pupuk kandang (kotoran ayam, kerbau, kuda, dll),<br />atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.<br />- Tambak diairi sampai 5-10 cm, dibiarkan tergenang dan menguap<br />sampai kering.<br />- Setelah itu tambak diairi lagi sampai 5-10 cm, dan ditaburi pupuk<br />kandang atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.<br />- Pada saat itu ditambahkan pula pupuk anorganik, yaitu urea 75 kg/ha<br />dan TSP (Triple Super Phosphate) 75 kg/ha.<br />- Sesudah 5 hari kemudian, kelekap mulai tumbuh. Air dapat ditinggikan<br />lagi secara berangsur-angsur, hingga dalamnya 40 cm di atas<br />pelataran. Dan benih udang dapat dilepaskan.<br />- Selama pemeliharaan, diadakan pemupukan susulan sebanyak 1-2 kali<br />sebulan dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan TSP 5-15 kg/ha.<br />b. Untuk pertumbuhan lumut<br />- Tanah yang telah dikeringkan, diisi air untuk melembabkannya,<br />kemudian ditanami bibit lumut yang ditancapkan ke dalam lumpur.<br />- Air dimasukkan hingga setinggi 20 cm, kemudian dipupuk dengan urea<br />14 kg/ha dan TSP 8 kg/ha.<br />- Air ditinggikan sampai 40 cm setelah satu minggu.<br />- Mulai minggu kedua, setiap seminggu dipupuk lagi dengan urea dan<br />TSP, masing-masing 10 takaran sebelumnya.<br />- Lumut yang kurang pupuk akan berwarna kekuningan, sedangkan yang<br />dipupuk akan berwarna hijau rumput yang segar. Lumut yang terlalu<br />lebat akan berbahaya bagi udang, oleh karena itu lumut hanya<br />digunakan untuk pemeliharaan udang yang dicampur dengan ikan yang<br />lain.<br />c. Untuk pertumbuhan Diatomae<br />- Jumlah pupuk nitrogen (N) dan pupuk fosfor (P) menghendaki<br />perbandingan sekitar 30:1. Apabila perbandingannya mendekati 1:1,<br />yang tumbuh adalah Dinoflagellata.<br />- Sebagai sumber N, pupuk yang mengandung nitrat lebih baik daripada<br />pupuk yang mengandung amonium, karena dapat terlarut lebih lama<br />dalam air.<br />- Contoh pupuk:<br />* Urea-CO(NH2)2: prosentase N=46,6.<br />* Amonium sulfat-ZA-(NH4)2SO4: prosentase N=21.<br />* Amonium chlorida-NH4Cl: prosentase N=25<br />* Amonium nitrat-NH4NO3: prosentase N=37<br />* Kalsium nitrat-Ca(NO3)2: prosentase N=17<br />* Double superphosphate-Ca(H2PO4): prosentase P=26<br />* Triple superphosphate-P2O5: prosentase P=39<br />- Pemupukan diulangi sebanyak beberapa kali, sedikit demi sedikit setiap<br />7-10 hari sekali.<br />- Pemupukan pertama, digunakan 0,95 ppm N dan 0,11 ppm P. Apabila<br />luas tambak 1 ha dan tinggi air rata-rata 60 cm, membutuhkan 75-150<br />kg pupuk urea dan 25-50 kg TSP.<br />- Pertumbuhan plankton diamati dengan secci disc. Pertumbuhan cukup<br />bila pada kedalaman 30 cm, secci disc sudah kelihatan.<br />- Takaran pupuk dikurangi bila secci disc tidak terlihat pada kedalaman<br />25 cm. Sedangkan apabila secci disc tidak kelihatan pada kedalaman<br />35 cm, maka takaran pupuk perlu ditambah.<br />2) Pemberian Pakan<br />Makanan untuk tiap periode kehidupan udang berbeda-beda. Makanan<br />udang yang dapat digunakan dalam budidaya terdiri dari:<br />a. Makanan alami:<br />- Burayak tingkat nauplius, makanan dari cadangan isi kantong telurnya.<br />- Burayak tingkat zoea, makanannya plankton nabati, yaitu Diatomaeae<br />(Skeletonema, Navicula, Amphora, dll) dan Dinoflagellata (Tetraselmis,<br />dll).<br />- Burayak tingkat mysis, makanannya plankton hewani, Protozoa,<br />Rotifera, (Branchionus), anak tritip (Balanus), anak kutu air (Copepoda),<br />dll.<br />- Burayak tingkat post larva (PL), dan udang muda (juvenil), selain<br />makanan di atas juga makan Diatomaee dan Cyanophyceae yang<br />tumbuh di dasar perairan (bentos), anak tiram, anak tritip, anak udanngudangan (Crustacea) lainnya, cacing annelida dan juga detritus (sisa<br />hewan dan tumbuhan yang membususk).<br />- Udang dewasa, makanannya daging binatang lunak atau Mollusca<br />(kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitut cacing Pollychaeta,<br />udang-udangan, anak serangga (Chironomus), dll.<br />- Dalam usaha budidaya, udang dapat makan makanan alami yang<br />tumbuh di tambak, yaitu kelekap, lumut, plankton, dan bentos.<br />b. Makanan Tambahan<br />Makanan tambahan biasanya dibutuhkan setelah masa pemeliharaan 3<br />bulan. Makanan tambahan tersebut dapat berupa:<br />- Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah.<br />- Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah, ketam, siput, dan udangudangan.<br />- Kulit kerbau atau sisa pemotongan ternak yang lain. Kulit kerbau<br />dipotong-potong 2,5 cm<br />2<br />, kemudian ditusuk sate.<br />- Sisa-sisa pemotongan katak.<br />- Bekicot yang telah dipecahkan kulitnya.<br />- Makanan anak ayam.<br />- Daging kerang dan remis.<br />- Trisipan dari tambak yang dikumpulkan dan dipech kulitnya.<br />c. Makanan Buatan (Pelet):<br />- Tepung kepala udang atau tepung ikan 20 %.<br />- Dedak halus 40 %.<br />- Tepung bungkil kelapa 20 %.<br />- Tepung kanji 19 %.<br />- Pfizer premix A atau Azuamix 1 %.<br />Cara pembuatan:<br />- Tepung kanji diencerkan dengan air secukupnya, lalu dipanaskan<br />sampai mengental.<br />- Bahan-bahan yang dicampurkan dengan kanji diaduk-aduk dan<br />diremas-remas sampai merata.<br />- Setelah merata, dibentuk bulat-bulat dan digiling dengan alat penggiling<br />daging. Hasil gilingan dijemur sampai kering, kemudian diremas-remas<br />sampai patah-patah sepanjang rata-rata 1-2 cm.<br />Takaran Ransum Udang dan Cara Pemberian Pakan:<br />a. Udang diberi pakan 4-6 x sehari sedikit demi sedikit.<br />b. Jumlah pakan yang diberikan kepada benur 15-20% dari berat tubuhnya<br />per hari.<br />c. Jumlah pakan udang dewasa sekitar 5-10% berat tubuhnya/ hari.<br />d. Pemberian pakan dilakukan pada sore hari lebih baik.<br />3) Pemeliharaan Kolam/Tambak<br />a. Penggantian Air. Pembuangan air sebaiknya melalui bagian bawah,<br />karena bagian ini yang kondisinya paling buruk. Tapi apabila air tambak<br />tertutup air hujan yang tawar, pembuangannya melalui lapisan atas,<br />sedangkan pemasukannya melalui bagian bawah.<br />b. Pengadukan secara mekanis (belum biasa dilakukan). Dengan<br />pengadukan, air dapat memperoleh tambahan zat asam, atau<br />tercampurnya air asin dan air tawar. Pengadukan dapat menggunakan<br />mesin pengaduk, mesin perahu tempel, atau kincir angin.<br />c. Penambahan bahan kimia (belum biasa dilakukan). Kekurangan zat asam,<br />dapat ditambah dengan Kalium Permanganat (PK/KMnO4). Takaran 5-10<br />ppm (5-10 gram/1 ton air), masih belum mampu membunuh udang. Kapur<br />bakar sebanyak 200 kg/ha dapat juga untuk mengatasi O2.<br />d. Penambahan volume air. Bila suhu air tinggi, penambahan jumlah volume<br />air dapat dikurangi. Perlu diberi pelindung.<br />e. Menghentikan pemupukan dan pemberian pakan. Pemupukan dan<br />pemberian pakan dihentikan apabila udang nampak menderita dan<br />tambak dalam kondisi buruk.<br />f. Singkirkan ikan dan ganggang yang mati dengan menggunakan alat<br />penyerok.<br />g. Penambahan pemberian pakan. Udang diberi tambahan pakan apabila<br />menunjukkan gejala kekurangan makan, sampai pertumbuhan makanan<br />alami normal kembali.<br />Perbaikan teknis yang diperlukan:<br />a. Perbaikan saluran irigasi tambak untuk memungkinkan petakan-petakan<br />tambak memperoleh air yang cukup kualitas dan dan kuantitasnya,<br />selama masa pemeliharaan.<br />b. Pompanisasi, bagi tambak-tambak di daerah yang perbedaan pasang<br />surutnya rendah (kurang dari 1 m), yang setiap waktu diperlukan<br />pergantian air ke dalam atau keluar tambak.<br />c. Perbaikan konstruksi tambak, yang meliputi konstruksi tanggul, pintu air<br />saringan masuk ke dalam tambak agar tambak tidak mudah bocor, dan<br />tanggul tidak longsor.<br />d. Perbaikan manajemen budidaya yang meliputi: cara pemupukan, padat<br />penebaran yang optimal, pemberian pakan, cara pengelolaan air dan cara<br />pemantauan terhadap pertumbuhan dan kesehatan udang.<br />7. HAMA DAN PENYAKIT<br />7.1. Hama<br />1) Lumut<br />Lumut yang pertumbuhannya berlebihan.  Pengendalian: dapat dengan<br />memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.<br />2) Bangsa ketam<br />Membuat lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan bocoranbocoran.<br />3) Udang tanah (Thalassina anomala),<br />Membuat lubang di pematang.<br />4) Hewan-hewan penggerek kayu pintu air<br /> Merusak pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu air seperti<br />remis penggerek (Teredo navalis), dan lain-lain.<br />5) Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.)<br />Menempel pada bangunan-bangunan pintu air.<br />Pengendalian hama bangsa ketam, udang tanah, hewan-hewan penggerek<br />kayu pintu air sama dengan pengendalian lumut.<br />Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung,<br />termasuk golongan buas, antara lain:<br />1) Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon<br />tehraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro<br />(Polynemus sp.), dan lain-lain.<br />2) Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).<br />3) Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak (Ardea<br />cinera rectirostris), pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo sinensis), pecuk ulo<br />(Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.<br />4) Bangsa ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia<br />leucobalia, dan Chersidrus granulatus).<br />5) Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea  dan  Lutrogale<br />perspicillata).<br />Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam<br />hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan.<br />1) Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidea cingulata), congcong (Telescopium<br />telescopium).<br />2) Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil  spp), rekrek<br />(Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.<br />3) Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan Uca sp.<br />4) Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis  Cardina denticulata, dan lainlain.<br />Pengendalian:<br />1) Ikan-ikan buas dapat diberantas dengan bungkil biji teh yang mengandung<br />racun saponin.<br />a. Bungkil biji teh adalah ampas yang dihasilkan dari biji teh yang diperas<br />minyaknya dan banyak diproduksi di Cina.<br />b. Kadar saponin dalam tiap bungkil biji teh tidak sama, tetapi biasanya<br />dengan 150-200 kg bungkil biji teh per Ha tambak sudah cukup efektif<br />mematikan ikan liar/buas tanpa mematikan udang yang dipelihara.<br />c. Daya racun saponin terhadap ikan 50 kali lebih besar daripada terhadap<br />udang.<br />d. Daya racun saponin akan hilang sendiri dalam waktu 2-3 hari di dalam air.<br />Setelah diracun dengan bungkil biji teh, air tambak tidak perlu dibuang,<br />sebab residu bungkil itu dapat menambah kesuburan tambaknya.<br />e. Daya racun saponin berkurang apabila digunakan pada air dengan kadar<br />garam rendah. Tambak dengan kedalaman 1 meter dan kadar garam air<br />tambak > 15 permil, bungkil biji teh yang digunakan cukup 120 kg/Ha saja,<br />sedangkan kalau lebih rendah harus 200 kg/Ha. Untuk penghematan air<br />tambak dapat diturunkan sampai 1/3-nya, sehingga bungkil yang diberikan<br />hanya 1/3 yang seharusnya. Setelah 6 jam air tambak dinaikkan lagi,<br />sehingga kadar saponin menjadi lebih encer.<br />f. Penggunaan bungkil ini akan lebih efektif pada siang hari, pukul 12.00<br />atau 13.00.<br />g. Sebelum digunakan bungkil ditumbuk dulu menjadi tepung, kemudian<br />direndam dalam air selama beberapa jam atau semalam. Setelah itu air<br />tersebut dipercik-percikan ke seluruh tambak. Sementara menabur<br />bungkil, kincir dalam tambak diputar agar saponin teraduk merata.<br />2) Rotenon dari akar deris (tuba).<br />a. Akar deris dari alam mengandung 5-8 %o rotenon.  Akar yang masih kecil<br />lebih banyak mengandung rotenon.Zat ini dapat membunuh ikan pada<br />kadar 1-4 ppm, tetapi batas yang mematikan udang tidak jauh berbeda.<br />b. Dalam air berkadar garam rendah, daya racunnya lebih baik/lebih kuat<br />daripada yang berkadar garam tinggi.<br />c. Sebelum digunakan, akar tuba dipotong kecil-kecil, kemudian direndam<br />dalam dalam air selama 24 jam. Setelah itu akar ditumbuk sampai lumat,<br />dimasukkan ke dalam air sambil diremas-remas sampai air berwarna putih<br />susu.<br />d. Dosis yang diperlukan adalah 4-6 kg/Ha tambak, apabila kedalaman air 8<br />cm. Daya racun rotenon sudah hilang setelah 4 hari.<br />3) Ikan liar, ikan buas, dan siput dapat juga diberantas dengan nikotin pada<br />takaran 12-15 kg/Ha atau sisa-sisa tembakau dengan takaran antara 200-<br />400 kg/Ha.<br />a. Sisa-sisa tembakau ditebarkan di tambak sesudah tanah dasar<br />dikeringkan dan kemudian diairi lagi setinggi ± 10 cm.<br />b. Setelah ditebarkan, dibiarkan selama 2-3 hari, agar racun nikotinnya dapat<br />membunuh hama. Sementara itu airnya dibiarkan sampai habis menguap<br />selama 7 hari.<br />c. Setelah itu tambak diairi lagi tanpa dicuci dulu, sebab sisa tembakau<br />sudah tidak beracun lagi dan dapat berfungsi sebagai pupuk.<br />4) Brestan-60 dapat digunakan untuk memberantas hama, terutama trisipan.<br />a. Brestan-60 adalah semacam bahan kimia yang berupa bubuk berwarna<br />krem dan hampir tidak berbau. Bahan aktifnya adalah trifenil asetat stanan<br />sebanyak 60%.<br />b. Takaran yang dibutuhkan adalah 1 kg/Ha, apabila kedalaman air 16-20<br />cm dan kadar garamnya 28-40%. Makin dalam airnya dan makin rendah<br />kadar garamnya, takaran yang dibutuhkan makin banyak.<br />c. Daya racunnya lebih baik pada waktu terik matahari.<br />d. Cara penggunaan:<br />- Air dalam petakan disurutkan sampai  ± 10 cm. Pintu air dan tempat<br />yang bocor ditutup.<br />- Bubuk Brestan-60 yang telah ditakar dilarutkan dalam air secukupnya,<br />kemudian dipercik-percikkan ke permukaan air.<br />- Air dibiarkan menggenang selama 4-10 hari, agar siputnya mati semua.<br />- Setelah itu tambak dicuci 2-3 kali, dengan memasukkan dan<br />mengeluarkan air pada waktu pasang dan surut.<br />5) Sevin dicampur dengan cincangan daging ikan, kemudian dibentuk bulatan,<br />dapat digunakan sebagai umpan untuk meracuni kepiting.<br />Karbid (Kalsium karbida) dimasukkan ke dalam lubang kepiting, disiram air<br />dan kemudian. Gas asetilen yang timbul akan membunuh kepiting.<br />Abu sekam yang dimasukkan ke dalam lubang kepiting, akan melekat pada<br />insang dan dapat mematikan.<br />6) Usaha untuk mengusir burung adalah dengan memasang pancang-pancang<br />bambu atau kayu di petakan tambakan.<br />7) Cara memberantas udang renik (wereng tambak): menggunakan Sumithion<br />dengan dosis 0,002 mg/liter pada hari pertama dan ditambah 0,003 mg/liter<br />pada hari kedua. Kadar yang dapat mematikan udang adalah 0,008 mg/liter.<br />Selalu memeriksa lokasi baik siang maupun malam.<br />7.2. Penyakit asal virus.<br />1) Monodon Baculo Virus (MBV)<br />Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh terhadap<br />kehidupan udang.  Penyebab: kondisi stres saat pemindahan post larva ke<br />kolam pembesaran.<br />2) Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV)<br />Gejala: (1) udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan,<br />muncul ke permukaan dan mengambang dengan perut di ata; (2) bila alat<br />geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan tenggelam<br />di bawah kolam; (3) udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai<br />timbulnya gejala tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat<br />moulting; (4) pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan<br />dan tubuhnya berwarna putih keruh; (5) permukaan tubuhnya akan ditumbuhi<br />oleh diatomae, bakteri atau parasit jamur; (6) pada kulit luar terlihat nekrosis<br />pada kutikula, syaraf, antena, dan pada mukosa usus depan dan tengah.<br />Pengendalian: perbaikan kualitas air.<br />3) Hepatopancreatic Parvo-like Virus<br />Gejala: terutama menyerang hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan<br />hepatopankreasnya secara mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya<br />inklusion bodies dalam se-sel organ tersebut.   Pengendalian: perbaikan<br />kualitas air.<br />4) Cytoplamic Reo-like Virus<br />Gejala: (1) udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air;<br />(2) kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih<br />(stocking) di kolam post larva umur 18 hari. Pengendalian: belum diketahui<br />secara pasti, yang penting adalah perbaikan kualitas air.<br />5) Ricketsiae<br />Gejala: (1) udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah; (2)<br />udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa udang<br />terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding usus bagian<br />tengah (mid gut); (3) adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan<br />jaringan ikat; (4) kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9<br />setelah penebaran benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik<br />pada hari ke-5 sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian menurun<br />sampai tak ada kematian. Tiga hari kemudian kematian timbul lagi, begitu<br />seterusnya sampai udang dipanen. Pengendalian: menggunakan antibiotik<br />(oksitetrasiklin, sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat<br />mengurangi angka kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun,<br />kematian akan timbul lagi.<br />7.3. Penyakit asal Bakteri<br />1) Bakteri nekrosis<br />Penyebab: (1) bakteri dari genus Vibrio; (2) merupakan infeksi sekunder dari<br />infeksi pertama yang disebabkan oleh luka, erosi bahan kimia atau lainnya.<br />Gejala: (1) muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa<br />tempat (multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat<br />tambahan lainnya; (2) usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.<br />Pengendalian: Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya<br />furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; (2)<br />Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta<br />menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan; (3) pemeliharaan kualias air<br />dan sanitasi yang baik.<br />2) Bakteri Septikemia<br />Penyebab: (1) Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan<br />Pseudomonas sp.; (2) merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yan<br />disebabkan defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat.<br />Gejala: (1) menyerang larva dan post larva; (2) terdapat sel-sel bakteri yang<br />aktif dalam  haemolymph (sistem darah udang).  Pengendalian: (1)<br />pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l,<br />oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; (2) pemeliharaan kualias<br />air dan sanitasi yang baik.<br />7.4. Penyakit asal Parasit<br />Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas, kepekaan<br />terhadap infeksi virus/bakteri dan beberapa parasit dapat menyebabkan<br />kemandulan (Bopyrid).<br />1) Parasit cacing<br />Cacing Cestoda, yaitu<br />- Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan<br />ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.<br />- Parachristianella monomegacantha,  berparasit dalam jaringan intertubuler hepatopankreas.<br />Cacing Trematoda:  Opecoeloides sp., yang ditemukan pada dinding<br />proventriculus dan usus.<br />Cacing Nematoda:  Contracaecum sp.,  menyerang hepatopankreas udang<br />yang hidup secara alamiah.<br />2) Parasit Isopoda<br />Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini<br />menempel di daerah branchial insang (persambung antara insang dengan<br />tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada<br />udang.<br />7.5. Penyakit asal Jamur<br />Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam waktu 24<br />jam.  Penyebab: (1) Jamur Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium<br />dan Sirolpidium; (2) penyebarannya terjadi pada waktu pemberian pakan.<br />Pengendalian: (1) pemberian malachite green (0,006-0,1 mg/l) atau trifuralin<br />(0,01 pp,) 3-6 kali sehari akan mencegah penyebaran jamur ke larva yang<br />sehat; (2) jalan filtrasi air laut untuk pembenihan; (3) pencucian telur udang<br />berkali-kali dengan air laut yang bersih atau air laut yang diberi malachite green<br />atau trifuralin, karena dapat menghilangkan zoospora dari jamur.<br />8. PANEN<br />Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan masa<br />pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu:<br />1) ukurannya besar<br />2) kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat<br />3) masih dalam keadaan hidup dan segar.<br />8.1. Penangkapan<br />1) Penangkapan sebagian<br />a. Dengan menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang terdiri dari<br />dua bagian, yaitu kere sebagai pengarah dan perangkap berbentuk<br />jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak,<br />dengan kerenya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya<br />berada di ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan malam hari pada<br />waktu ada pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk menarik<br />perhatian udang. Lubang prayang dibuat 4 cm, sehingga yang<br />terperangkap hanya udang besar saja. Pada lubang mulut dipasang tali<br />nilon atau kawat yang melintang dengan jarak masing-masing sekitar 4<br />cm.<br />b. Dengan menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan malam hari.<br />Air tambak dikurangi sebagian untuk memudahkan penangkapan.<br />Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam tambak. Penangkapan<br />dengan jala dapat dilakukan apabila ukuran udang dalam tambak tersebut<br />seragam.<br />c. Dengan menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari, karena<br />udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.<br />2) Penangkapan total<br />a. Penangkapan total dapat dilakukan dengan mengeringkan tambak.<br />Pengeringan tambak dapat dilakukan dengan pompa air atau apabila tidak<br />ada harus memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini hari<br />menjelang penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahanlahan waktu air surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan sampai<br />caren, sehingga kedalaman air 10-20 cm.<br />b. Dengan menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di lumpur<br />dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya jika<br />diperkirakan sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan cara<br />tersebut dilakukan berulang-ulang.<br />c. Dengan menggunakan jala, biasanya dilakukan banyak orang.<br />d. Dengan menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan<br />lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi didorong beramairamai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju<br />ke depan pintu air. Di depan pintu air udang  dicegat dengan kerei lainnya.<br />Udang terkumpul di kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah<br />ditangkap.<br />e. Dengan memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di<br />saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir<br />perlaha-lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi<br />dalam lumpur. Udang akan keluar bersama air dan tertadah dalam jaring<br />yang terpasang dan dengan mudah ditangkapi dengan seser.<br />f. Dengan menggunakan jaring (trawl) listrik. Jaring ini berbentuk dua buah<br />kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan persegi panjang. Mulut<br />kantung yang di bawah di pasang pemberat agar dapat tenggelam di<br />lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi pelampung agar mengambang di<br />permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring dipasang kawat yang<br />dapat dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang mengaliri kawat di<br />dasar mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu udang<br />akan meloncat dan masuk ke dalam jaring.<br />8.2. Pembersihan<br />Udang yang telah ditangkap dikumpulkan dan dibersihkan sampai bersih.<br />Kemudian udang ditimbang dan dipilih menurut kualitas ukuran yang sama dan<br />tidak cacat.<br />9. PASCAPANEN<br />Beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca<br />panen:<br />1) Alat-alat yang digunakan harus bersih.<br />2) Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.<br />3) Hindarkan terkena sinar matahari langsung.<br />4) Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.<br />5) Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air<br />bersih.<br />6) Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.<br />7) Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk<br />mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri<br />pembusuk (Salmonella, Vibrio, Staphylococcus).<br />8) Kelompokan menurut jenis dan ukurannya.<br />10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA<br />10.1.Analisis Usaha Budidaya<br />Perkiraan analisis usaha pembesaran Udang Galah di Desa Tangkil Kecamatan<br />Caringin Kabupaten Bogor. Selama 2 musim (1 tahun) pada tahun 1999 adalah<br />sebagai berikut:<br />1) Biaya Produksi<br />a Lahan<br />- Sewa lahan 2 tahun Rp.  3.200.000,-<br />- Pengolahan lahan Rp.     125.000,-<br />b. Bibit<br />- Benur 60.000 ekor Rp. 16,- Rp.     960.000,-<br />c. Pakan<br />- UG 801 86,40 kg @ Rp 2.600,- Rp.     224.460,-<br />- UG 802 590,40 Kg Rp. 2.400,- Rp.  1.416.960,-<br />- UG 803 1.882,57 kg Rp. 2.300,- Rp.  4.329.900,-<br />d. Obat-obatan dan pupuk<br />- BCK 4 liter @ Rp. 12.500,- Rp        50.000,-<br />- Sanponin 40 kg @ Rp 1500,- Rp.       60.000,-<br />- Urea 10 kg @ Rp 2000,- Rp.       20.000,-<br />- KCL 10 kg @ Rp 2.500,- RP.       25.000,-<br />- Pupuk kandang 20 kg @ Rp 500,- Rp.       10.000,-<br />- Kapur 100 kg @ Rp. 1000,- Rp.     100.000,-<br />e. Alat<br />- Timbangan 1 Unit @ Rp. 100.000,- Rp.    100.000,-<br />- pH Pen 1 Unit @ Rp. 50.000,- Rp.      50.000,-<br />- Jala/Jaring 2 Unit @ Rp. 25000,- Rp.      50.000,-<br />- Cangkul 3 Unit @ Rp. 6.000,- Rp.      18.000,-<br />- Skoop 1 Unit @ Rp. 6.000,- Rp.        6.000,-<br />- Serok 3 Unit @ Rp. 4.500,- Rp.      13.500,-<br />- Plastik 20 meter @ Rp. 2.000,- Rp.      40.000,-<br />- Saringan 10 meter @ Rp. 2.500,- Rp.      25.000,-<br />- Ember Plastik 3 unit @ Rp. 5.000,- Rp.      15.000,-<br />- Keranjang 5 unit @ Rp. 5.500,- Rp.      16.500,-<br />f. Tenaga kerja<br />- Tenaga Tetap 12 MM @ Rp 250.000,- Rp.  1.500.000,-<br />- Tenaga Tak Tetap 10 OH @ Rp 8.000,00 Rp.       80.000,-<br />g. Lain-lain<br />- Rekening Listrik 6 bulan @ Rp 15.000,- Rp.       90.000,-<br />- Transportasi Rp.       20.000,-<br />h. Biaya tak terduga 10% Rp.  1.254.532,-<br />Jumlah biaya produksi Rp 12.545.320,-<br />2) Pendapatan 2 musim/th:1912,3 kg @ Rp 19.000,- Rp.34.463.700,-<br />3) Keuntungan per tahun/2 musim Rp.21.918.380,-<br />Keuntungan per musim (6 bulan) Rp.  4.686.530,-<br />4) Parameter kelayakan<br />a. B/C ratio per musim 1,37<br />b. Atas dasar Unit :BEP = FC/P-V 206,4 kg<br />c. Atas dasar Sales : BEP = FC/1-(VC/R) Rp  3.688.540,-<br />10.2.Gambaran Peluang Agribisnis<br />Sampai saat ini udang merupakan komoditi budidaya yang mempunyai prospek<br />cukup baik, baik untuk komsumsi dalam negeri maupun komsumsi luar negeri.<br />Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya permintaan ekspor untuk udang.<br />11. DAFTAR PUSTAKA<br />1) Brahmono. 1994. Limbah Udang Untuk Pembuatan Tepung. Dalam<br />Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.<br />2) Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus . Kanisius. Yogyakarta.<br />3) Hanadi, S. 1992. Pengolahan Udang Beku. Karya Anda. Surabaya.<br />4) Heruwati, E.S. dan Rahayu, S. 1994. Penanganan dan Pengelolaan Pasca<br />Panen Udang unutuk Meningkatkan Mutu dan Mendapatkan Nilai Tambah.<br />Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.<br />5) Mudjiman, A. 1987. Budidaya Udang Galah. Penebar Swadaya. Jakarta.<br />6) __________ . 1988. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.<br />7) __________ . 1994. Udang yang Bikin Sehat. Dalam Kumpulan Kliping<br />Udang II. Trubus.<br />8) Murtidjo, B.A. 1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur. Kanisius.<br />Yogyakarta.<br />9) Purnomo. 1994. Limbah Udang Potensial untuk Industri. Dalam Kumpulan<br />Kliping Udang II. Trubus.<br />10) Suyanto, S.R. dan Mudjiman, A. 1999. Budidaya Udang Windu. Penebar<br />Swadaya. Jakarta.<br />12. KONTAK HUBUNGAN<br />Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;<br />Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829<br />Jakarta, Maret 2000<br />Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas<br />Editor : Kemal Prihatman

Membudidayakan Udang Windu

Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh ker...

Read more »