Kendala yang dihadapi dalam penanganan IUU Fishing adalah :
1. Lemahnya pengawasan
Ø masih terbatasnya sarana prasarana dan fasilitas pengawasan;
Ø SDM pengawasan yang masih belum memadai terutama dari sisi kuantitas;
Ø belum lengkapnya peraturan perundang-undangan di bidang perikanan,
Ø masih lemahnya koordinasi antara aparat penegak hukum baik pusat maupun daerah;
Ø belum berkembangnya lembaga pengawasan;
Ø Penerapan sistem MCS yang belum sempurna
2. Belum tertibnya perijinan -
Ø Pemalsuan Ijin, penggandaan ijin
3. Lemahnya Law Enforcement
Ø Wibawa hukum menurun
Ø Ketidak adilan bagi masyarakat
Ø Maraknya pelanggaran & illegal
Penanggulangan IUU Fishing
1. Sistem Pengelolaan
Ø Perumusan Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan dengan cara Pelestarian: Perlindungan, Pengawetan dan Rehabilitasi, Pengalokasian dan penataan pemanfaatan, Penyusunan Peraturan, Perijinan dan pemanfaatan Sumberdaya ikan.
2. Kebijakan dengan Visi Pengelolaan SDKP tertib dan bertanggung jawab
Ø Meningkatkan kualitas pengawasan secara sistematis dan terintegrasi agar pengelolaan SDKP berlangsung secara tertib dengan cara operasi pengawasan dan penegakan hukum.
Ø Meningkatkan apresiasi dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan SDKP dengan cara pengembangan sistem pengawasan berbasis masyarakat seperti pembentukan kelompok apengawas masyarakat (Pokmaswas).
3. Strategi
Ø Optimalisasi Implementasi MCS (Monitoring, Controlling, Surveillancea) dalam pengawasan dengan cara Peningkatan Sarana dan Prasarana pengewasan dan Mengintegrasikan komponen MCS (VMS, Kapal Partroli, Pesawat Patroli Udara, Alat Komunikasi, Radar Satelit/Pantai, Siswasmas, Pengawas Perikanan (PPNS) dan Sistem Informasi Pengawasan dan Pengendalian SDKP) dalam satu system yang sinergis.
Ø Pembentukan Kelembagaan Pengawasan di Tingkat Daerah.
Dasar Pembentukan Kelembagaan ini yaitu : Belum adanya lembaga pengawasan yang mandiri, Lambannya penanganan operasi dan penanganan perkara, Rentang kendali dan koordinasi yang panjang, Ketergantungan pada pihak lain, Tidak adanya kepastian kendali dan pasca operasi. Rancangan kebutuhan kelembagaan pengawasan yaitu Pangkalan Pengawasan 7 Unit, Stasiun Pengawas 31 Unit dan Satker Pengawas 130 Unit. Sampai saat ini baru Pangkalan 2 unit, Stasiun 3 unit dan Satker unit masih jauh dari harapan.
Ø Meningkatkan Intesitas Operasional Pengawasaan Baik Dengan Kapal Pengawas Ditjen P2SDKP secara mandiri maupun kerjasama dengan TNI AL dan Polri. Dengan Langkah ke depan :
• Meningkatkan frekuensi kerjasama operasi dengan TNI AL dan POLAIR
• Memprogramkan pengadaan Kapal Pengawas dalam jumlah yang mencukupi baik melalui APBN Murni maupun Pinjaman / Hibah Luar Negeri (PHLN).
Ø Operasional Penertiban Ketaatan Kapal Dipelabuhan.
Dalam operasi tersebut dilakukan pemeriksaan :
1. Ketaatan berlabuh di pelabuhan pangkalan sesuai dengan ijin yang diberikan,
2. Ketataan Nakhoda kapal perikanan dalam melaporkan hasil tangkapan melalui pengisian Log Book Perikanan,
3. Ketaatan pengurusan ijin untuk kapal yang belum berijin dan masa berlaku ijinnya telah habis.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kapal di pelabuhan pangkalan yang tertib diterbitkan Surat Laik Operasi (SLO) Kapal Perikanan dari Pengawas Perikanan untuk mendapatkan Surat Izin Berlayar (SIB) dari Syahbandar dan bagi yang tidak tertib tidak akan dikeluarkan.
Ø Pengembangan Dan Optimalisasi Implementasi Vessel Monitoring System (VMS).
1. Mewajibkan Pemasangan Transmitter VMS Bagi Kapal berukuran 60 GT ketas.
2. Penerapan Transmitter VMS Off Line Bagi Kapal Berukuran 30 – 60 GT.
3. Penerapan Sanksi yang tegas sesuai ketentuan yang berlaku bagi pemilik kapal yang tidak patuh.
Ø Pengembangan Sistem Radar Pantai Yang Terintegrasi Dengan VMS.
1. Pengembangan sistem radar yang diintegrasikan dengan VMS (telah dikembangkan bersama BRKP).
2. Stasiun-stasiun radar tersebut akan ditempatkan pada titik-titik pintu masuknya kapal-kapal perikanan asing ke Indonesia (Selat Malaka, Laut Natuna dsb).
Apabila konsep ini terwujud Informasi pengawasan dapat diterima lebih banyak. Hal itu akan mengurangi fungsi patroli kapal pengawas, sehingga pengadaan kapal pengawas bisa dikurangi.
Ø Koordinasi Dalam Penanganan Pelanggaran Tindak Pidana.
1. Peningkatan Peran Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perikanan
2. Mempercepat proses penegakan hukum (penyidikan, penuntutan dan persidangan) antar lain melalui Pengadilan Khusus Perikanan
3. Mengantisipasi terjadinya tuntutan (Pra-peradilan, Class Action dan Tuntutan Perdata)
4. Mengamankan dan merawat barang bukti (misal: kapal, alat tangkap) agar nilai ekonominya dapat dipertahankan
5. Penanganan ABK Non Yustitia dari kapal-kapal perikanan asing illegal yang tertangkap
Ø Pelibatan Masyarakat dalam Pengawasan Sumberdaya Ikan melalui SISWASMAS
1. Pembinaan berupa peningkatan teknis pengawasan dan pemberian stimulant kepada kelompok-kelompok tersebut berupa perlengkapan pengawas (radio komunikasi, senter, mesin tik dll).
2. Sampai dengan tahun 2006 telah terbentuk 759 Pokmaswas yang tersebar di 30 Propinsi di Indonesia.
3. Evaluasi Pokmaswas tingkat Nasional untuk mendapatkan penghargaan dari Presiden RI.
Ø Pembentukan Pengadilan Khusus Perikanan.
Dasar Pembentukan :
1. Perkara perikanan belum mendapat perhatian serius dibanding perkara lain
2. Mewujudkan suatu tatanan sistem peradilan penanganan perikanan yang efektif
3. Menstimulasi kinerja pengadilan negeri dalam menangani tindak pidana perikanan
4. Mengubah paradigma di kalangan aparat penegak hukum dalam menangani perkara-perkara perikanan
Sampai saat ini telah dibentuk di lima tempat yaitu Jakarta Utara, Pontianak, Medan, Tual dan Bitung.
Sumber: Stop Illegal Fishing
Post a Comment