LAUT DILINGKUP HARAP, PESISIR TUMPUAN NELAYAN
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang kaya akan potensi lautnya Kejayaan kerajaan Sriwijaya akan kekuatan maritimnya menjadi bukti bahwa Indonesia pernah meraih keberhasilannya diperadaban masa silam. Yang menjadi pertanyaan akan kah di masa modern ini Indonesia dapat kembali meraih status suksesnya sebagai sebuah Negara yang memang dikatakan telah jaya. Dengan kembali memanfaatkan laut sebagai sumber daya dengan pemanfaatan yang secara optimal tanpa merusak dan saling menguntungkan baik dari lingkungan serta manusianya sendiri.
Nusantara yang didominasi wilayah perairan. memiliki letak geografis dan bentuk penampakan alam, iklim tropis serta tingginya kuantitas tenaga kerja mendukung melimpahnya produksi sumber daya hayati laut dan sumber daya manusia, salah satunya dalam mengoptimalkan potensi sumber daya perikanan yang merupakan bagian dari Pembangunan Nasional dengan tujuan meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat.
Wilayah pesisir yang merupakan sumber daya potensial kerena 70% dari luas walayah nusantara memiliki budidaya laut 12,1 juta Ha. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Menurut data Direktorat Jendral Pengembangan Desa, diseluruh Indonesia tersebar pemukiman pantai yang diperkirakan terdapat kurang lebih 81.000 km dan mayoritasnya adalah nelayan. Garis pantai yang panjang ini menyimpan potensi kekayaan sumber alam yang besar. diantaranya potensi hayati dan non hayati. Potensi hayati misalnya perikanan, hutan mangrove, dan terumbu karang, sedangkan potensi nonhayati misalnya mineral dan bahan tambang serta pariwisata.
Potensi yang dimiliki Indonesia dalam bidang kelautan sudah tak perlu diragukan lagi. Namun terkadang efisiensi pada proses produksi masih belum menggunakan teknologi yang ramah lingkungan sehingga tidak jarang ditemukan kasus seperti Penggunaan alat tangkap yang dilarang oleh pemerintah seperti :
penggunaan bahan peledak, racun (Potassium sianida), Trawl/ pukat harimau yang secara ekologi merusak kelestarian sumberdaya alam terutama terumbu karang yang kedepannya akan menjadi inhibitor peningkatan kualitas dan kuantitas perikanan indonesia.
Untuk mengatasi masalah tersebut, berbagai program penyadaran masyarakat terhadap kelestarian ekosistem telah dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Namun hal ini tampaknya belum cukup, mengingat tingkat kemajemukan masyarakat kita, sehingga diperlukan bentuk program penyadaran masyarakat dalam kemasan yang beragam. Diantara program penyadaran masyarakat tersebut, yang saat ini sedang berlangsung adalah Program Pantai dan Laut Lestari, yang salah satu kegiatannya adalah Terumbu Karang dan Mangrove Lestari (TEMAN Lestari) dan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP), yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan fungsi ekosistem dan hasil gunaterumbu karang serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian ekosistem tersebut.
Mengingat desa pantai yang mayoritas sebagai nelayan merupakan daerah yang bersentuhan langsung dengan ajang pemanfaatan bagi kelangsungan kehidupan di daerah pesisir, desa pantai memegang peranan dalam usaha pengembangan sumber daya alam laut, masalah yang dihadapi dimulai dari perencanaan yang matang, proses mekanisme dan pelaksanaannya yang dimulai dari kelengkapan, penangkapan dan perpaketan serta ketrampilan yang terlatih sehingga, tidak hanya pemanfaatan tapi budidaya yang menguntungkan dari generasi ke generasi serta keharmonisan hubungan dengan habitatnya.
Menginggat sumber daya alam laut memiliki batasan tertentu untuk dimanfaatkan, meskipun sumber daya tersebut dapat diperbarui (renewable), tapi tanpa kontrol yang membatasi atau pemanfaatan dengan prinsip jangka pendek dengan maksimal hasil, akan menimbulkan deteriorasi kepada lingkungan, keseimbangan lingkunganpun terganggu, bahkan mungkin terjadi bencana alam. Kenyataan tersebut banyak dialami oleh Negara-negara yang sedang berkembang. sehingga untuk mencegah pengeksploitasi yang berlebihan telah diatur kuota penangkapan untuk melindungi kelestarian suatu spesies.
Tidak hanya pengeksplotasi, Ancaman akibat aktifitas pembangunan berupa gangguan fisik seperti pengerukan dan pengurugan, Penggalian pasir yang berlebihan akan berdampak terhadap pola oseanograofi seperti arus, gelombang, dan sedimentasi. Dan seringkali faktor pendukung lainnya seperti Abrasi/erosi yang terjadi dipantai terbuka kerena rambatan gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Sehingga perubahan arus ini dikuatirkan akan mengikis pantai di beberapa pulau, bahkan pada tingkat yang serius akan menenggelamkan pulau seperti yang terjadi di kepulaun karimun.
Di lain hal yaitu proses fisis dan kimiawi yang berlangsung di laut tidak berlangsung dalam waktu singkat, seperti penimbunan sampah dan peningkatan konsentrasi bahan buangan terkadang menjadi masalah kecil yang menghambat bila dibiarkan menumpuk. Para ahli mulai mencatat adanya kandungan insektisida DDT pada lemak hewan laut yang hidup di kutub padahal daerah tersebut jauh dari lokasi pengunaannya.
Berbagai masalah seperti penimbunan sampah, minyak dan air limbah terkadang menganggu sehingga perlu ditindak lanjuti, jangan sampai kasus minamata terjadi kembali atau bahkan menghadirkan daftar kasus baru dalam dunia patologi.
Masalah masalah diatas banyak merugikan berbagai pihak karena ulah satu individu/golongan yang memang ingin meraup untung tanpa kalkulasi. Sehingga pentingnya pembinaan dari pemerintah setempat atau pusat agar lebih menanamkan kesadaraan akan kepemilikan bersama (public awareness) mengamankan dan menjaga pantai, agar terhindar dari berbagai kerugian lainnya baik dari segi ekonomi (penyelundupan) maupun politis dan hankamnas, serta kasadaran sebagai pelindung dan pengelola pantai dari kerusakan baik alami (laporan bila terjadi tsunami, gempa vulkanik dasar laut dll) maupun akibat ulah manusia (penebangan hutan bakau, pengambilan batu karang yang berlebihan dan lainnya)
Selain itu kesulitan yang menjadi masalah, limbah minyak dan menyebarnya sampah plastik yang sulit terurai dan menjadi gumpalan di lautanpun dapat menganggu proses penangkapan ikan dengan tekhnik konvensional nelayan artisanal (rakyat) dan ekosistem terumbu karang tempat berlindung makhluk laut pun ikut terganggu. Sehingga timbulnya satu transformasi dari perikanan artisanal ke perikanan maju.
Dan dilain hal dengan adanya kesulitan nelayan artisanal dalam menjalankan sistem konvensionalnya dikhawatirkan akan mengarahkan kiblat untuk bertransformasi ke nelayan modern sehingga pukat harimau, racun serta bom dan sebagainya menjadi senjata utama dalam memainkan roda kehidupan sebagai seorang nelayan. Sehingga bertambah sempurnanya kerusakan yang terlaksana.
Banyak areal hutan bakau yang banyak dijadikan persawahan dan area industri lainnya, biasanya dengan bersamaan hilangnya hutan bakau di suatu daerah pesisir akan segera diikuti oleh penurunan produksi perikanan di perairan sekitarnya,serta terkikisnya pantai dari gempuran ombak dan meningkatnya penyakit yang dibawa nyamuk
Nah untuk menhindari atau sedikit mengobati, diperlukan adanya pembinaan terhadap desa nelayan dari pemerintah setempat atau LSM yang terpadu dan berkelanjutan (sustainable), sehingga diharapkan menumbuhkan rasa melindungi dan memiliki bersama akan laut sehingga kesadaran tersebut muncul dengan harapan harmonisnya kedua belah pihak baik masyarakatnya sendiri dan lingkungannya karena jangan sampai pelaku perusak tingkat menengah keatas menjadi semakin menjadi dengan meningkatkan lagi level pemanfaatan menjadi follower untuk merusak.
Tapi dibalik itu, coba bayangkan nasib nelayan kecil yang masih kurang menikmati hasil. Baik karena keterbatasan alat, ketidakmampuan untuk berlayar karena hasil yang kurang dari harapan bahkan kurang dari modalnya dan minimnya waktu istirahat lebih untuk bersama anggota keluarga yang disayanginya, serta resiko lain yang mempertaruhkan keselamatan di lautan lepas yang liar. Sehingga ada suatu tampakan kehidupan nelayan yang hanya hidup sesuai apa yang diberikan dari tangkapannya, padahal dilain itu masih banyak harapan lainnya seperti budidaya perikanan, entah udang, kerang, dan lainnya sehingga nelayan tersebut tidak monoton dengan hasil yang tak menentu karena bisa saja alam tak mendukung. Namun banyak jalan lain dengan tidak merugikan kedua pihak, baik lingkungan dan manusia dengan pemeliharaan atau budidaya. Dan memang memerlukan proses panjang dan bantuan kerjasama dari berbagai pihak baik asing maupun pemerintah setempat. Selain itu nelayan tersebut dapat membuka lapangan pekerjaan sehingga tak perlulah jauh-jauh buat seorang tenaga kerja untuk mencari kerja dinegeri orang sedangkan didesanya sendiri perannya masih sangat dibutuhkan, selain itu diharapkan agar tidak ada lagi suatu pekerjaan yang intinya sepenuhnya dimiliki pihak asing, terkecuali dalam hal distribusi hasil produksi tapi jangan sampai terjadi monopoli. Sehingga memberikan kontribusi lebih bagi Negara dalam devisa, seperti mengexsport udang atau hasil laut lainnya.
Dengan dipadukan gabungkan produk teknologi yang aman seperti bibit unggul dan perawatan lebih serta pemilihan lokasi pembudidaya yang tepat sehingga menghindari munculnya penyakit yang menganggu hasil produksi perikanan.
Sehingga dengan ini indonesia sebagai Negara maritim akan mencapai kesuksesannya di pasaran global karena minat konsumsi masyarakat dunia yang tinggi dan pandangan kualitas yang menjadi sorotan bahwa produksi perikanan merupakan makanan penuh nutrisi, vitamin dan mineral yang essensial.
Nusantara, begitulah negaraku. Laut yang mendominasi wilayah Indonesia menjadi sumber penghidupan bagi masyarakatnya, namun terkadang sifat manusia yang cenderung selalu ingin mendapatkan hasil maksimal tapi singkat berdampak tidak baik bagi kalangan besar serta lingkungannya sendiri. Pengaruh perubahan yang secara langsung atau tidak dan dimulai dari hal kecil yang terus berkembang telah banyak merugikan berbagai pihak. meskipun dalam mekanisme kinerjanya tidak semudah rencana namun apalah upaya seorang perencana.
mangrove
Post a Comment